IDXChannel - Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan menaikkan rasio utang negara hingga 50 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Melansir Financial Times (FT), Kamis (11/9/2024), kebijakan ini akan diambil untuk mendanai program belanja sejumlah kebijakan.
Namun demikian, Hashim Djojohadikusumo yang merupakan adik Prabowo mengatakan kepada FT, kebijakan ini masuk akal asalkan pemerintah dapat meningkatkan pendapatan pajak, menurut salah satu penasihat terdekatnya.
Hashim mengatakan, Indonesia masih dapat mempertahankan peringkat layak investasi jika rasio utang terhadap PDB naik menjadi 50 persen dari yang saat ini masih mencapai 39 persen.
“Idenya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan tingkat utang. Saya sudah berbicara dengan Bank Dunia dan menurut mereka 50 persen adalah tindakan yang bijaksana,” ujar Hashim kepada FT di London.
Berdasarkan hukum Indonesia, rasio utang terhadap PDB Indonesia tidak boleh melebihi 60 persen. Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara Indonesia, di mana defisit anggaran tahunan pemerintah dibatasi sebesar 3 persen dari PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimum adalah 60 persen.
Namun demikian, Hashim memastikan Prabowo tidak akan mengeksekusi kebijakan ini jika sejumlah syarat tidak terpenuhi.
“Kami tidak ingin menaikkan tingkat utang tanpa meningkatkan pendapatan seperti perolehan pajak, cukai, royalti dari pertambangan dan bea masuk,” kata Hashim.
Rencana pinjaman yang dilakukan pemerintahan Prabowo menandai perubahan besar dari sikap fiskal konservatif Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mengubah citra Indonesia sebagai negara penghasil komoditas andalan.
FT juga menyebut Hashim adalah salah satu penasihat terdekat Prabowo dan akan memainkan peran berpengaruh ketika transisi pemerintahan baru akan disahkan pada Oktober mendatang.
Komentarnya merupakan konfirmasi resmi pertama mengenai rencana penambahan rasio utang yang sempat berembus beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, melansir dari Bloomberg, Jumat (14/6) Prabowo berencana mendanai janji kampanyenya, termasuk makan bergizi gratis (MBG) dengan terus meningkatkan rasio utang ke level tertinggi dalam dua dekade.
Bloomberg mengatakan, putra mantan ekonom terkemuka Soemitro Djojohadikoesoemo ini akan meningkatkan rasio utang terhadap PDB sebesar 2 poin persentase setiap tahun selama lima tahun ke depan.
Peningkatan bertahap akan memberikan ruang bagi tim ekonominya untuk menyesuaikan diri terhadap hambatan jika dibandingkan dengan menambah utang sekaligus.
Sebelumnya, Morgan Stanley sudah memangkas peringkat ekuitas alias pasar saham Indonesia menjadi underweight di Asia dan negara berkembang pada Selasa (11/6)
Mengutip dari Bloomberg, ahli strategi di Morgan Stanley menulis dalam sebuah catatan, kebijakan fiskal Indonesia dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) menimbulkan risiko terhadap investasi saham.
“Kami melihat ketidakpastian jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan serta beberapa kelemahan di pasar Valas di tengah masih tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat,” kata ahli strategi Morgan Stanley Daniel Blake, Senin (10/6).
Rasio Utang Dinaikkan, APBN Kuat?
Menaikkan utang negara mendekati 50 persen dari PDB berarti berpotensi mencapai tingkat share utang tertinggi sejak 2004.
Menurut Bloomberg, langkah ini akan menandai perubahan penting bagi negara dengan Indonesia sebagai perekonomian terbesar di Asia Tenggara.
Mengingat, Indonesia selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor.
Pemerintah secara ketat mematuhi batas defisit anggaran sebesar 3 persen dari PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimum sebesar 60 persen sejak Krisis Keuangan Asia 1997.
Ini sempat membantu utang Indonesia mendapatkan kembali peringkat layak investasi meskipun pendapatan negara masih lemah.
Rasio utang sebesar 50 persen dipandang sebagai tingkat optimal karena akan meyakinkan investor akan komitmen Indonesia terhadap kehati-hatian fiskal, sementara rasio utang yang lebih tinggi dari 60 persen dapat menimbulkan kekhawatiran pasar.
Kondisi penerimaan negara yang rentan juga menjadi isu serius di tengah wacana peningkatan rasio utang.
Kondisi makroekonomi yang dinamis menjadi tantangan perekonomian domestik sepanjang 2024. Sejumlah asumsi ekonomi makro APBN 2024 yang sebelumnya telah direncanakan diperkirakan meleset dari rencana jika melihat data terbaru terkait defisit APBN 2024.
Sri Mulyani menggarisbawahi, penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).