Dibayangi Kebijakan The Fed, Mayoritas Bursa Asia di Zona Merah

IDXChannel - Bursa saham di kawasan Asia sebagian besar berada di zona merah pada perdagangan Rabu pagi (19/1/2022).
Hingga pukul 09:43 WIB, Nikkei 225 Jepang (N225) merosot -1,97% di 27.700,50 Taiwan Weighted (TWII) tertekan -0,28% di 18.326,88, S&P / ASX 200 Australia (AXJO) terpuruk -0,41% di 7.378,40, dan Shanghai Composite China (SSEC) turun -0,02% di 3.569,22.
Hang Seng Hong Kong (HSI) naik 0,42% di 24.214,62 Kospi Korea Selatan (KS11) melemah -0,22% di 2.857,88, dan Indonesia Composite Index / IHSG koreksi -0,08% di 6.608,51.
Sejumlah sentimen global menjadi penggerak pasar ekuitas di Asia Pasifik, seperti yang utama adalah meningkatnya kembali kasus varian Omicron di beberapa negara yang memicu kekhawatiran investor pasar modal untuk mengamankan aset berisiko mereka.
Selanjutnya adalah kenaikan yield obligasi Amerika Serikat yang berkontribusi terhadap aksi jual investor. Pasar masih mempertimbangkan kemungkinan kebijakan moneter Federal Reserve AS yang lebih ketat untuk mengekang inflasi.
Tantangan dari Fed yang cenderung hawkish, dampak ekonomi dari varian omicron, serta meningkatnya inflasi di tingkat global masih menjadi perhatian utama investor.
“Secara umum, kami berharap pasar obligasi akan mendorong volatilitas di sejumlah instrumen yang lebih luas di seluruh pasar ekuitas dan lainnya,” kata Analis CreditSights Winnie Cisar kepada Bloomberg, Rabu (19/1/2022).
Lebih jauh, kenaikan harga yang juga mendorong meningkatnya harga bahan baku juga mengancam musim pendapatan tahunan perusahaan hingga paruh pertama tahun 2022.
Di AS, data menunjukkan bahwa indeks manufaktur NY Empire State turun menjadi 0,70 pada Januari. Sementara data perumahan, termasuk izin bangunan, akan dirilis pada hari ini Rabu (19/1).
Founder sekaligus analis 22V Research Dennis DeBusschere mengaku masih belum melihat ke mana arah yang jelas dari Fed untuk mengekang inflasi.
"Pertanyaan yang paling banyak ditunggu investor adalah apakah Federal Reserve AS perlu memperketat kebijakan moneter agar inflasi lebih rendah, atau jika ada pertumbuhan ekonomi akan memungkinkan bank sentral menjadi lebih lunak dalam pengetatan," katanya kepada Bloomberg, sembari mempertegas bahwa pengetatan kebijakan moneter akan mengerikan bagi saham-saham teknologi di bursa Wall Street.
Di sisi perusahaan, pendapatan perdagangan Goldman Sachs Group Inc untuk kuartal keempat tahun 2021 lebih buruk dari yang diharapkan, yang pada gilirannya dinilai membebani sejumlah emiten-emiten perbankan.
Saham Alibaba Group Holding Ltd. di bursa AS juga jatuh karena ada laporan bahwa AS sedang meninjau bisnis cloud-nya untuk mengevaluasi risiko terhadap keamanan nasional. (TIA)