Kendati mencatatkan pendapatan yang melonjak signifikan di periode ini, BANK masih menanggung rugi bersih sebesar Rp148,42 miliar. Bahkan, jumlah ini melambung 141,12 persen dari periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar Rp60,72 miliar.
Membengkaknya rugi bersih BANK di periode ini tak lepas dari naiknya beban perusahaan yang melonjak signifikan.
Tercatat, beban promosi BANK melonjak 1.358,77 persen, dari Rp718 juta pada 9 bulan 2021 menjadi Rp10,47 miliar pada 9 bulan 2022.
Sementara, beban perusahaan lainnya yang melonjak signifikan pada periode ini adalah beban gaji dan kesejahteraan karyawan serta beban penyusutan dan amortisasi yang masing-masing membengkak sebesar 114,44 persen dan 416,42 persen.
Selain BANK, emiten bank syariah yang punya kinerja moncer adalah BRIS. Pada 2022, BRIS berhasil membukukan laba bersih yang melambung hingga 40,68 persen. Adapun, laba bersih BRIS pada periode ini mencapai Rp4,26 triliun.
Sedangkan, pendapatan pengelolaan dana oleh Bank sebagai mudharib bersih BRIS pada 2022 juga naik 10,19 persen menjadi Rp19,62 triliun.
Selanjutnya, PNBS dan BTPS turut mencatatkan kinerja keuangan yang bertumbuh pada 2022. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sebagaimana disebutkan dalam laporan keuangan emiten, PNBS mencatatkan pendapatan pengelolaan dana oleh Bank sebagai mudharib bersih sebesar Rp942,49 miliar pada 2022 atau naik 21,47 persen secara year on year (yoy).
Di samping itu, PNBS juga berhasil membalik rugi bersih pada 2021 menjadi laba bersih pada periode ini atau turnaround.
Tercatat, laba bersih yang dibukukan PNBS di periode ini mencapai Rp250,53 miliar, dari rugi bersih perusahaan sebesar Rp818,11 miliar pada 2021.
Terakhir, BTPS turut mencatatkan pendapatan pengelolaan dana oleh Bank sebagai mudharib bersih dan laba bersih yang masing-masing melesat sebesar 14,98 persen dan 21,47 persen pada periode ini.
Adapun, pendapatan pengelolaan dana oleh Bank sebagai mudharib bersih yang dicatatkan BANK pada periode ini mencapai Rp5,37 triliun dengan laba bersih yang naik menjadi Rp1,78 triliun pada 2022.
Kinerja Saham Masih Terkontraksi
Meski mencatatkan kinerja keuangan yang moncer, kinerja saham sebagian besar emiten bank syariah sepanjang 2023 masih terkontraksi.
Melansir data BEI pada penutupan sesi I, Jumat (6/4), saham BTPS mengalami kontraksi paling dalam, yakni sebesar 23,30 persen secara YTD.
Seiring dengan kontraksi saham BTPS tersebut, Nomura menurunkan ratingnya dari buy atau beli menjadi netral.
Nomura dalam risetnya pada 21 Februari 2023 dengan judul “BTPS: Looming Competition Risk” mengatakan, BTPS memiliki risiko persaingan dengan Permodalan Nasional Madani (PNM).
“Setelah diakuisisi oleh BBRI, PNM akan memberikan akses yang lebih besar kepada pembiayaan yang lebih murah dengan peningkatan efisiensi serta jangkauan yang lebih luas karena memanfaatkan jaringan dari BBRI,” tulis Nomura dalam risetnya.
Selain itu, Nomura juga melihat adanya biaya kredit atau CoC yang lebih tinggi secara struktural pada BTPS, yakni sebesar 7 persen hingga 8 persen.