sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Mengintip Prospek MDKA dan MBMA, Kapan Unjuk Gigi Lagi?

Market news editor TIM RISET IDX CHANNEL
07/07/2025 14:32 WIB
Kinerja PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan anak usahanya, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), memang belum mulus di awal 2025.
Mengintip Prospek MDKA dan MBMA, Kapan Unjuk Gigi Lagi? (Foto:  Merdeka Copper Gold)
Mengintip Prospek MDKA dan MBMA, Kapan Unjuk Gigi Lagi? (Foto: Merdeka Copper Gold)

IDXChannel – Kinerja PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan anak usahanya, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), memang belum mulus di awal 2025. Meski begitu, analis Sucor Sekuritas menilai tekanan ini hanya sementara.

Dengan dorongan harga emas yang tinggi dan produksi nikel yang kembali normal, kedua emiten ini dinilai siap bangkit dalam beberapa kuartal mendatang.

Dalam laporan riset Sucor Sekuritas yang dirilis pada 4 Juli 2025, MDKA membukukan pendapatan USD502 juta pada kuartal pertama tahun ini, turun 7 persen secara tahunan dan 12 persen dibanding kuartal sebelumnya. Capaian ini sejalan dengan proyeksi Sucor Sekuritas yang setara 26 persen dari estimasi pendapatan setahun penuh.

Namun demikian, perseroan membukukan rugi bersih USD3,7 juta pada periode tersebut. Kerugian ini terutama dipicu tekanan sementara di segmen nikel dan tembaga, meski kinerja segmen emas cukup kuat. Ke depan, Sucor Sekuritas memperkirakan kinerja MDKA membaik, seiring prospek harga emas yang lebih tinggi dan produksi nikel yang mulai normal kembali.

Segmen emas menjadi penopang utama MDKA pada kuartal I-2025. Tambang Tujuh Bukit Gold mencetak laba sebelum pajak (PBT) sebesar USD39 juta, ditopang volume penjualan emas sebesar 36.800 ons, naik 27 persen secara kuartalan dan 38 persen secara tahunan. Harga jual rata-rata emas juga lebih tinggi, yakni USD2.757 per ons.

Namun, segmen tembaga Wetar justru menekan kinerja perseroan, dengan mencatatkan rugi sebelum pajak USD6,5 juta. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya kas yang mencapai USD6.100 per ton, melonjak 69 persen secara tahunan, serta penurunan volume penjualan tembaga yang hanya 2.900 ton, turun 31 persen dibanding kuartal sebelumnya.

Segmen nikel juga masih menghadapi hambatan sementara pada awal tahun ini. MBMA, entitas anak MDKA, membukukan rugi bersih USD3 juta.

Informasi saja, MBMA mayoritas dimiliki oleh MDKA sebagai pemegang saham pengendali melalui anak perusahaannya, PT Merdeka Energi Nusantara.

Hampir semua lini nikel mengalami tekanan margin akibat penurunan volume penjualan dan harga jual rata-rata. Segmen Nickel Pig Iron (NPI) yang menjadi penyumbang utama pendapatan mencatat penurunan margin kas sebesar 49 persen secara kuartalan menjadi USD800 per ton. Penurunan ini terjadi akibat pemeliharaan pabrik yang terjadwal, sehingga volume penjualan turun 16 persen.

Selain itu, segmen saprolite dan limonite juga mengalami penurunan signifikan dalam margin kas masing-masing menjadi USD1 per ton dan USD2 per ton, turun 83 persen dan 78 persen secara kuartalan. Penurunan ini terjadi seiring melambatnya aktivitas tambang akibat curah hujan yang tinggi.

Meski demikian, Sucor Sekuritas optimistis kinerja MDKA akan pulih dalam beberapa kuartal mendatang. Pemulihan diperkirakan ditopang oleh harga emas yang lebih tinggi serta normalisasi produksi nikel.

Sucor Sekuritas memproyeksikan pendapatan MDKA mencapai USD2,2 miliar hingga USD3 miliar pada 2025 hingga 2026, atau turun 12 persen dan naik 53 persen secara tahunan. Dari sisi laba bersih, MDKA diperkirakan meraih USD25 juta pada 2025 dan USD85 juta pada 2026, berbalik dari rugi bersih USD56 juta sebelumnya.

Sucor Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli untuk saham MDKA, dengan target harga baru sebesar Rp2.770 per saham, turun dari sebelumnya Rp3.000. Penurunan ini dilakukan setelah Sucor merevisi proyeksi segmen nikel.

Katalis positif yang dinanti pasar dari MDKA antara lain pembaruan studi kelayakan (Pre-Feasibility Study/PFS) untuk proyek Tujuh Bukit Copper pada paruh kedua 2025, serta proses penyelesaian dan peningkatan kapasitas proyek ESG dan Meiming HPAL.

Prospek MBMA

Seperti sang induk, kinerja MBMA melemah pada kuartal I-2025. Namun, Sucor Sekuritas juga menilai prospek pemulihan kinerja emiten nikel ini masih terbuka lebar dalam beberapa kuartal ke depan.

Dalam riset yang dirilis 3 Juli 2025, Sucor Sekuritas mencatat, MBMA membukukan pendapatan USD366 juta pada kuartal pertama tahun ini, turun 18 persen secara tahunan dan 21 persen dibanding kuartal sebelumnya. Capaian tersebut sejalan dengan proyeksi analis, setara 24 persen dari target pendapatan setahun penuh.

Perseroan mencatat rugi bersih inti sebesar USD600 ribu, berbalik dari laba bersih USD4 juta pada kuartal sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya volume penjualan Nickel Pig Iron (NPI) akibat pemeliharaan pabrik terjadwal serta aktivitas tambang yang melambat.

Secara keseluruhan, MBMA mengalami penurunan margin di hampir semua lini bisnis pada awal tahun ini. Segmen NPI, yang menjadi kontributor utama pendapatan, mencatat penurunan margin kas sebesar 49 persen secara kuartalan menjadi USD800 per ton. Penyebab utamanya adalah penurunan volume penjualan sebesar 16 persen akibat pemeliharaan pabrik.

Segmen saprolite dan limonite juga mengalami tekanan signifikan. Masing-masing mencatat margin kas hanya USD1 per ton dan USD2 per ton, turun tajam sebesar 83 persen dan 78 persen secara kuartalan. Penurunan ini disebabkan aktivitas pertambangan yang lebih lambat akibat curah hujan tinggi pada periode tersebut.

Meski demikian, MBMA mencatat kemajuan di bisnis High Pressure Acid Leach (HPAL). Setelah memperoleh izin usaha industri (IUI), ESG HPAL—entitas patungan yang 27 persen sahamnya dimiliki MBMA—memproduksi 4.569 ton nikel dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan menjual 2.184 ton pada Maret 2025 dengan harga jual rata-rata USD12.149 per ton. Biaya kas produksi tercatat sebesar USD9.874 per ton setelah kredit kobalt.

Selain itu, pada Februari 2025, MBMA juga membentuk usaha patungan baru, Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC) HPAL, dengan kepemilikan saham sebesar 23 persen. SLNC HPAL ditargetkan mulai produksi pada paruh kedua 2027 dengan kapasitas hingga 90.000 ton nikel MHP per tahun.

Sucor Sekuritas memperkirakan kinerja MBMA membaik pada kuartal-kuartal mendatang. Pemulihan ini akan ditopang oleh aktivitas commissioning di proyek AIM, dengan empat pabrik yang ditargetkan beroperasi penuh pada paruh kedua 2025. Produksi yang kembali normal diharapkan mendorong margin perusahaan.

Sucor memproyeksikan laba MBMA mencapai USD25 juta pada 2025 dan melonjak menjadi USD85 juta pada 2026, masing-masing tumbuh 10 persen dan 241 persen secara tahunan.

Dengan proyeksi tersebut, Sucor Sekuritas tetap merekomendasikan beli saham MBMA dengan target harga Rp640 per saham berbasis sum-of-the-parts (SOTP).

Sucor menilai kinerja ESG dan AIM yang lebih baik, ditambah potensi pemulihan harga nikel, akan menjadi katalis utama MBMA pada 2026. Analis juga menekankan potensi pertumbuhan jangka panjang MBMA yang besar, mengingat cadangan nikel yang melimpah serta kemitraan strategis dengan Tsingshan. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement