"Namun sayang, sampai hari ini tidak terdengar gerak-cepat BRIN untuk meneliti sebab-sebab sekaligus obat bagi pasien kasus gagal ginjal akut yang telah menelan korban ratusan anak ini," tuturnya.
Mulyanto menegaskan BRIN terkesan lamban dalam merespons kebutuhan riset secara sektoral. Bukan hanya pada kasus gagal ginjal akut hari ini di Kemenkes, namun juga pada kasus penyakit kuku-mulut sapi sebelumnya di Kementeran Pertanian.
Akhirnya, secara de facto, yang bergerak melaksanakan riset adalah kementerian teknis yang bersangkutan dengan kelembagaan, SDM dan anggaran riset seadanya. Karena dengan terbentuknya BRIN, kementerian teknis tidak lagi memiliki SDM, anggaran, dan laboratorium riset.
"Ini kan jadi kontra produktif. Karenanya sudah selayaknya, riset untuk mendukung kebijakan sektoral ini dikembalikan lagi pada kementerian teknis. Jangan dilebur ke dalam BRIN," pungkas Mulyanto.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Kementerian Kesehatan bersama IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan profesi terkait telah melakukan surveilans atau penyelidikan epidemiologi untuk mencari sebab sebab terjadinya kasus GGA pada anak.