Terlebih lagi, kata Laksmi, Kemenhut telah melakukan penghentian sementara seluruh akses SIPUHH sejak Juni 2025 lalu. Hal itu merupakan tindaklanjut dalam melakukan evaluasi terhadap layanan tersebut.
"Atas arahan tersebut, kami lalu mengeluarkan Surat Dirjen PHL No. S.132/2025 pada tanggal 23 Juni 2025 untuk menghentikan sementara layanan SIPUHH bagi seluruh Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) untuk keperluan evaluasi menyeluruh," ujarnya.
Laksmi juga menjelaskan layanan SIPUHH untuk PHAT bukan merupakan perizinan. Ia menyebut layanan itu dimaksudkan untuk fasilitas penatausahaan pemanfaatan kayu tumbuh alami di wilayah bukan hutan negara tetapi berada areal penggunaan lain (APL).
Laksmi menegaskan dokumen Hak Atas Tanah (HAT) adalah kewenangan Pemerintah Daerah dan instansi pertanahan. Hal ini sebab kayu tumbuh alami pada PHAT berada di luar kawasan hutan, sehingga pengawasan pemanfaatan kayu dilakukan oleh pemerintah daerah.
Laksmi menegaskan pelanggaran yang terjadi di dalam kawasan hutan akan ditangani oleh Ditjen Gakkum Kehutanan sesuai hukum yang berlaku. Adapun pelanggaran pemanfaatan kayu di luar kawasan hutan ditangani melalui penegakan hukum pidana umum bekerja sama dengan Kepolisian dan pemerintah daerah.
"Kami tidak akan berkompromi dengan praktik penyalahgunaan dokumen HAT atau pemanfaatan kayu ilegal. Penegakan hukum berjalan untuk siapa pun yang melanggar," tuturnya.
(Febrina Ratna Iskana)