Sementara dari sisi pekerja, Said menilai, pengaturan jam kerja jelas sangat memberatkan dikarenakan mayoritas pekerja di Jakarta adalah masyarakat urban yang bertempat tinggal di luar Jakarta. Mereka kebanyakan tinggal di Bodetabek. Sehingga ritme sosial dan jam tidur atau istirahat pasti terganggu.
"Yang kena jam kerja pagi pasti berangkat pagi-pagi sekali, sehingga mengabaikan peran anaknya yang harus berangkat sekolah. Dan yang terkena jam kerja agak siang pasti pulangnya malam sekali, sehingga jam tidur mereka dan keluarga bisa terganggu," jelasnya.
Kemudian dia melanjutkan, dengan ritme kerja seperti ini, pada akhirnya produktivitas pekerja akan menurun.
Menurut Said, sebaiknya bersabar sedikit agar Pemda DKI menuntaskan dan memperluas sistem transportasi publik massal yang terkoneksi dan terintegrasi, meliputi Trans Jakarta, LRT, MRT, hingga meng-cover area Jabodetabek. Dan itu sedang dikerjakan oleh pemerintah.
"Dengan kebijakan apapun, pasti kemacetan tetap ada selama produksi mobil dan motor tidak dikontrol dengan tidak diimbangi pengembangan rasio ruas jalan dan sistem mass public transportation seperti yg dilakukan di Geneva Swiss," pungkas Said.
(FAY)