IDXChannel – Dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) diubah namanya menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
Executive Director Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, menilai keberadaan BPR yang tetap dipertahankan di UU P2SK terbilang tanggung.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena BPR ini semakin lama semakin kehilangan perannya. Piter menilai desain dari sistem keuangan Indonesia sebenarnya menganaktirikan BPR.
"BPR ini kalau menurut saya adalah contoh dari ya ketidakadilan di dalam persaingan," ujarnya dalam diskusi bertajuk UU P2SK Kok Buru-Buru?" dilansir dari channel Youtube Kemenkeu RI, Jumat (17/3/2023).
Ia menjelaskan BPR desain awalnya adalah Bank Perkreditan Rakyat untuk di daerah, dengan pemikiran pada waktu itu bank-bank umum tidak ada di daerah. Oleh sebab itu, BPR hadir untuk melayani masyarakat pedesaan.
Namun, di dalam perkembangannya, bank-bank umum tersebut dapat menjangkau sampai ke desa. Sehingga BPR yang memiliki layanan terbatas, harus bersaing dengan bank-bank besar yang ada di daerah.
"Saya sebenernya lebih mengusulkan BPR ini ya kita rombak, keberadaannya harus kita pikirkan ulang, apakah desain perbankan kita membutuhkan BPR," jelas Piter.
"Sementara mereka harus berhadapan dengan bank-bank umum yang bahkan mendapatkan program dari pemerintah seperit KUR, kredit yang disubsidi, ya kalau menurut saya persaingannya jadi sangat tidak seimbang," pungkasnya. (NIA)
Penulis: Anabela C Zahwa