Bicara tantangan, akan selalu ada. Seperti soal perubahan ekonomi dunia yang bergerak demikian cepat, sehingga kondisi itu cukup berpengaruh terhadap rencana IPO (Initial Public Offering/Penawaran Umum Perdana Saham) yang sedianya bakal dilakukan di kita.
Tentu untuk IPO-IPO dengan size yang besar, akan cukup mempertimbangkan bagaimana kondisi yang ada di luar (negeri). Namun, bagusnya, sampai sejauh ini kita sudah berhasil mencapai Rp168 triliun. Dengan kita melihat dari sisi pipeline bahwa masih cukup banyak perusahaan yang siap IPO, maka mungkin saja target Rp200 triliun bakal terlampaui. Tapi tentu kita juga ingin tetap menjaga kehati-hatian, sehingga cukup mengejar target Rp200 triliun saja, agar benar-benar bisa tercapai di akhir tahun.
Melanjutkan penjelasan Bapak soal IPO dan pipeline, kita bisa melihat bahwa ada keluhan di masyarakat yang menilai bahwa pihak Bursa Efek Indonesia (BEI), pihak regulator, seperti kurang melakukan filter, sehingga seolah-olah siapa saja boleh melakukan IPO, yang kemudian berdampak pada munculnya istilah 'saham-saham mini' atau 'saham-saham mungil', bagaimana komentar Bapak?
Ya, kami juga sudah banyak mendengar (keluhan) itu. Jadi yang perlu diingat adalah bahwa pasar modal ini tidak hanya untuk emiten-emiten besar. Bahwa kita juga harus bisa menaungi dan mengangkat perusahaan-perusahaan yang berada di skala menengah, untuk bisa juga mengambil manfaat dari pasar modal.
Karena itu, kami kemudian buat aturan-aturan yang memungkinkan, bahwa tidak hanya ada papan utama, melainkan juga papan pengembangan maupun papan akslerasi yang bisa mewadahi perusahaan-perusahaan skala menengah itu tadi.