Menurutnya, kondisi Bumiputera kini tengah menderita tekanan likuiditas tinggi. Ada begitu banyak tunggakan-tunggakan kewajiban klaim asuransi kepada Pemegang Polis yang jumlahnya hampir mencapai Rp12 triliun, kemudian tunggakan kepada Pekerja yaitu belum terbayarnya sisa gaji selama 3 bulan, Sumbangan Biaya Pendidikan, serta hak-hak normatif lainnya sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB), lalu juga ada tunggakan kepada Pihak Ketiga.
"Jadi sudah seharusnya praktik-praktik demikian dipertanyakan oleh banyak pihak," ungkapnya.
Menurutnya kondisi keuangan terus mengalami penyusutan ditambah perilaku yang tidak GCG oleh para Petingginya. Entitas bisnis dijadikan ajang berpolitik, sebagaimana diterapkan oleh Ketua BPA yang merupakan anggota DPRD aktif dari partai penguasa, kemudian masuk dua orang lainnya dari partai yang sama, yaitu Zaenal Abidin dan Erwin T Setiawan.
Selama ini, anggota BPA juga aktif mengambil gaji bulanan, fasilitas-fasilitas, serta ketentuan pesangon. Ini bertolak belakang dengan bentuk usaha bersama, di mana Pemegang Polis sebagai pemilik perusahaan sudah seharusnya mempertanyakan wakilnya di masing-masing Daerah Pemilihan.
Mengapa wakil-wakilnya dapat bertindak demikian dan bahkan jelas menciderai anggota-anggota yang diwakilinya. Alhasil, manfaat asuransi tidak dapat cair tepat waktu.