Ekonom Institut For Development of Economics and Finance (Indef) Eisha M Rachbini menilai kondisi Sritex sebagai pemain tekstil terbesar di Indonesia belakangan kalah saing dengan terpaan produk tekstil serupa yang masuk lewat jalur impor. Hal ini membuat pangsa pasar Sritex tergerus hingga berdampak pada kinerja keuangan perseroan.
Jika menilik laporan keuangan perseroan kuartal II-2024, posisi aset Sritex per 30 September 2024 (unaudited) senilai USD594,02 juta atau setara Rp9,62 triliun (kurs Rp16.200 per USD). Bahkan, jumlah aset ini tidak sampai setengahnya dengan tanggungan finansial (liabilitas) atau utang Sritex secara keseluruhan, baik jangka pendek maupun panjang senilai Rp26,15 triliun.
Pada kuartal III-2024, utang jangka pendek Sritex sebesar Rp2,16 triliun. Tanggungan kewajiban finansial ini termasuk di dalamnya utang bank jangka pendek Rp203,74 miliar, utang usaha jangka pendek senilai Rp878miliar, utang pajak Rp304,29 miliar, beban akrual alias pengeluaran yang belum dibayar Rp304,68 miliar, utang pembayaran upah pekerja Rp2,19 miliar, utang pembayaran sewa Rp38,01 miliar, utang bank jatuh tempo 1 tahun Rp115,04 miliar, pembayaran surat utang jangka menengah Rp80,97 miliar, dan liabilitas lancar lainnya Rp240,14 miliar.
Sedangkan jumlah jangka panjang Sritex posisi 30 September 2024 sebesar USD1,48 miliar atau setara Rp23,98 triliun. Beban tanggungan yang harus dibayarkan perseroan ini terdiri dari tunggakan kontrak sewa (dikurangi jatuh tempo satu tahun) Rp517,60 miliar, utang bank jangka panjang Rp13,43 triliun, surat utang jangka menengah Rp222,29 miliar, obligasi-neto Rp6,07 triliun, utang pemegang saham Rp151,57 miliar, utang imbalan pasca kerja (pensiun pekerja) Rp351,76 miliar, pajak tangguhan-neto Rp570,56 miliar, utang usaha jangka panjang pihak ketiga Rp1,10 triliun, dan liabilitas lancar lainnya Rp1,55 triliun.