“Kita tahu beberapa tahun belakangan ini terjadi perang dangan China dan Amerika, dan semakin terbukanya pasar (domestik), banyak produksi tekstil China membanjiri pasar domestik. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung industri tekstil, dari sisi produktivitas, misal insentif investasi pada sektor prioritas (termasuk industri tekstil,” ujar Eisha saat dihubungi IDXChannel, dikutip Selasa (24/12/2024).
Menurutnya, kalah saing industri tekstil di RI sendiri disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya masalah upah pekerja yang tinggi, hingga penggunaan teknologi industri yang kurang memadai untuk menunjang aktivitas industri. Kondisi ini membuat Indonesia tertinggal dari Vietnam atau China dalam hal efisiensi biaya produksi.
Internasional Textile Manufacturing Federation (ITMF) sendiri telah melakukan penelitian tentang total production cost TPT di beberapa negara produsen dan eksportis pada tahun 2021. Hasilnya, negara India menggungguli hampir semua negara dengan biaya produksi terdendah dari sisi bahan baku dan upah. Vietnam unggul sebagai negara dengan biaya terendah untuk komponen energi dan bunga modal. Pakistan dan Bangladesh juga unggul dalam hal biaya upah yang rendah.
“Sementara kalau kita lihat industri tekstil dalam negeri menghadapi biaya tinggi, ketergantungan bahan baku impor, juga kurangnya penggunaan modal dengan teknologi tinggi,” kata Eisha.