IDXChannel - Kondisi utang negeri Paman Sam Amerika Serikat (AS) terindikasi mengkhawatirkan.
AS tengah dilanda polemik usai utang negeri Paman Sam menyentuh plafon yang ditetapkan undang-undang yakni USD31,4 triliun, setara dengan Rp 475 kuadriliun.
Mengutip AFP, Jumat (20/1), Kementerian Keuangan AS mengaku mulai mengambil sejumlah langkah luar biasa agar AS terhindar dari gagal bayar.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu juga menyampaikan jika Kementerian Keuangan AS mulai menggunakan langkah-langkah pengelolaan uang kas darurat demi menghindari negeri paman Sam gagal bayar utang hingga 5 Juni 2023 mendatang.
Dalam WEF 2023, CEO Goldman Sachs Group Inc, David Solomon menyatakan keprihatinan serius tentang kebuntuan politik atas plafon utang AS dapat menyebabkan krisis fiskal ini.
"Ini adalah sesuatu yang harus kita tanggapi dengan sangat serius, karena konsekuensi kesalahan akan nyata. Saya khawatir dan saya akan mengambil kesempatan apa pun yang saya bisa, dan kami sebagai perusahaan, untuk terlibat dengan orang-orang di Washington untuk mencoba memastikan mereka mengerti," kata Solomon kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Lonjakan Utang AS
Menurut Database Utang Global IMF, keseluruhan pinjaman luar negeri melonjak sebesar 28 poin persentase menjadi 256% dari PDB pada 2020.
Saat ini, menurut Global Fire Power, AS menjadi negara dengan jumlah utang luar negeri terbesar disusul oleh Inggris, Prancis, Jerman, hingga Belanda.
Lebih lanjut, mengutip The Balance, sebanyak USD31,41 triliun dikelola oleh Kementerian Keuangan AS melalui Biro Utang Publik. Biro tersebut mengklasifikasikan jumlah itu menjadi dua jenis yakni kepemilikan antar pemerintah dan utang yang dipegang oleh publik.
Sebanyak USD24,5 triliun utang dipegang oleh publik dan USD6,87 triliun dipegang oleh pemerintah. (Lihat grafik di bawah ini.)
Adapun pemerintah asing juga memegang sebagian besar utang publik, sementara sisanya dimiliki oleh bank dan investor AS, The Federal Reserve, pemerintah negara bagian dan lokal, reksa dana, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan pemegang obligasi tabungan.
Dari jumlah ini, investor asing dan internasional memegang lebih dari USD7,4 triliun, menurut buletin Kementerian Keuangan Desember 2022. Pemerintah negara bagian dan lokal memegang utang senilai USD1,55 triliun dan utang reksadana sebesar USD2,84 triliun.
Pemegang lain dari utang publik termasuk perusahaan asuransi, obligasi tabungan AS, dana pensiun swasta, dan pemegang lainnya, termasuk individu, perusahaan yang disponsori pemerintah, pialang dan dealer, bank, bisnis korporat dan non-korporasi, serta investor lainnya. (ADF)