Pertama diinisiasi, sebagian besar warga masih merasa kesulitan dalam hal memilah sampah rumah tangganya. Selain itu, proses mengangkut sampah yang telah disortir untuk dibawa ke bank sampah juga menjadi persoalan tersendiri.
Tak hanya itu, pada masa awal beroperasi, masyarakat penabung sampah relatif masih cukup 'kritis' terhadap harga jual yang diterapkan oleh bank sampah. Namun, seiring berjalannya waktu, dengan proses sosialisasi yang konsisten dijalankan, berbagai kendala tersebut diklaim Asih tidak lagi menjadi masalah yang berarti.
"Awal-awal berjalan dulu nasabah suka nanya harga jual(sampah)nya berapa. Kalau lebih rendah dari tukang rongsok, mereka lebih pilih jual ke sana. Tapi itu hanya sekitar satu-dua tahun awal saja. Setelah itu, sudah tidak jadi masalah lagi," ungkap Asih.
Tak Diambil
Alih-alih mempermasalahkan harga jual, dalam perkembangannya masyarakat disebut Asih justru sudah mulai enggan untuk mengambil uangnya yang telah terkumpul sebagai saldo di tabungan sampahnya.
Jika sebelumnya aturan main yang disepakati adalah saldo tabungan sampah tersebut bakal dibagi setiap setahun sekali bersamaan dengan ulang tahun Bank Sampah Asri Mandiri, maka sejak 2015 mayoritas warga memilih untuk tidak mengambilnya, dan mempercayakannya saja pada pengurus Bank Sampah.