Karena secara umum revisi perpres itu sudah rampung, Patuan lalu membeberkan sejumlah isi dalam Perpres itu. Salah satunya adalah rincian konsumen yang berhak menerima Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), tak lagi hanya Jenis BBM Tertentu (JBT).
"Makanya dalam lampiran revisi ini kita mengusulkan dimasukkan lah ketentuan-ketentuan yang bagaiaman bisa mengatur JBKP ini. Saat ini sudah disampaikan mungkin oleh Menteri BUMN ke Pak Presiden dengan opsi-opsinya," ujar dia.
Meski sudah rampung saat ini, Patuan menduga, Perpres itu belum juga ditetapkan karena memang harus mempertimbangkan aspek yang sangat luas, mulai dari kondisi sosial, politik, hingga ekonomi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
"Jadi pemerintah memikirnya secara komprehensif, detail. Kalau dilakukan sekarang, berapa masyarakat yang rentan miskin dan jadi miskin. Lalu kalau itu terjadi (dibatasi penjualan BBM), berapa inflasinya, lalu kekuatan keuangan negara memberikan bantalan seperti apa," kata Patuan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi hingga awal pekan ini masih belum juga bersedia mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Kepala negara hanya memerintahkan menterinya untuk mengumumkan bantuan sosial tambahan saja sebagai pengalihan subsidi-bbm yang nilainya mencapai Rp 24,17 triliun.