Untuk mengantisipasi transisi energi, Pertamina berhasil memproduksi listrik sebesar 4.637 GWh, yang terdiri dari produksi panas bumi Pertamina tercatat sebesar 4.618 GWh dan 19 GWh yang berasal dari pembangkit listrk tenaga surya di kawasan Badak NGL, pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) di Sei Mangkei, Kwala Sawit dan Pagar Merbau.
Sebagai BUMN, Pertamina juga terus mendukung upaya pemerintah memperkuat neraca perdagangan dengan mengurangi impor migas. Pada 2020, Pertamina mencatat volume impor minyak mentah sebesar 76,7 juta barel atau turun 12% dibanding tahun 2019. Volume impor produk juga turun 19% menjadi 98,2 juta barel pada 2020. Pertamina pun tetap konsisten mandiri atau tidak melakukan impor BBM jenis solar dan avtur sejak pertengahan 2019.
"Capaian operasional Pertamina di tahun 2020 juga terlihat pada upaya menjaga ketahanan energi nasional dengan menjalankan peran untuk menyokong pasokan dan pembangunan infrastruktur energi di tengah tantangan berat pandemi Covid-19," jelas Fajriyah.
Untuk menjamin akses terhadap energi, Pertamina membangun dan mengembangkan berbagai jaringan dan infrastruktur di sektor hilir, termasuk untuk distribusi BBM, LPG, Gas maupun LNG. Pembangunan infrastruktur ini juga penting untuk meningkatkan kinerja operasional dan pelayanan di sektor hilir.
Tahun 2020, Pertamina mencatat penjualan konsolidasian perusahaan yang terdiri dari BBM, Avtur, LPG, dan Petrokimia sebesar 82,81 juta KL. Untuk BBM PSO (Minyak Tanah, Solar & Biosolar) serta Premium, realisasi penjualan tahun 2020 sebesar 22,87 juta KL, sedangkan untuk BBM Non PSO dan Produk Non BBM, di tahun 2020 tercatat penjualan sebesar 47,21 juta KL.