Di sisi lain, menurut Teten, saat ini terdapat 30 juta usaha mikro di Indonesia yang belum dapat mengakses pembiayaan formal. Dari angka itu, 7 juta diantaranya mendapat pembiayaan dengan meminjam dari kerabat, 5 juta usaha diperkirakan mengakses dana dari rentenir. Sisanya belum mendapat pembiayaan.
Karena itu, kata Teten, pendirian holding BUMN UMi salah satunya didasarkan atas visi pemerintah untuk mencapai target tersebut. Melalui hadirnya holding, harapannya setiap pelaku usaha yang belum mendapatkan akses pembiayaan, yang membutuhkan pendampingan dan pendekatan khusus, utamanya usaha mikro, dapat segera terbantu. Menurutnya kehadiran holding pun akan mampu memberikan bunga yang cukup kompetitif.
“Jadi memang struktur ekonomi kita ini didominasi usaha mikro. Artinya selama ini tidak banyak berubah, karena itu maka menjadi penting untuk membicarakan kembali untuk melihat kembali sistem pembiayaan untuk UMKM ini (termasuk UMi di dalamnya). Memang kita ingin bagaimana mendorong mereka supaya ada scaling up, saya kira ini penting,” tutur Teten.
Mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga 2019 tercatat pelaku UMKM di Tanah Air mencapai 65,46 juta unit atau sekitar 99,99% dari total usaha nasional. Jumlah tersebut mampu menyerap sekitar 119,5 juta tenaga kerja atau setara 96,92% dari total tenaga kerja di Indonesia.
Senada dengan Teten, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menegaskan porsi penyaluran kredit perbankan untuk UMKM yang baru sekitar 20% dinilai masih rendah.