IDXChannel – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah membangun bandar antariksa atau pusat roket Indonesia. Proyek ini membutuhkan anggaran sekitar Rp 1,170 triliun untuk tahap I dalam kurun 5 tahun.
Pilihan lokasi pusat roket tersebut ada dua yakni di Pulau Morotai dan Pulau Biak. Pemilihan dua lokasi itu karena memenuhi berbagai persyaratan untuk dibangun bandar antariksa.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/9/2021).
“Berikutnya, perlu kami sampaikan kebutuhan pembiayaan untuk bandar antariksa, jadi secara umum kebutuhan anggaran sudah direncanakan sejak beberapa tahun yang lalu, untuk 5 tahun pertama sebagaimana yang tertulis, baik untuk persiapan, AMDAL, land clearing, penyediaan utilitas dan infrastruktur minimal untuk mendukung bandar antariksa,” papar Laksana.
Meskipun Laksana tidak menyebut jumlah detil anggaran, namun dalam bahan presentasinya, tertulis bahwa kebutuhan anggaran tahap I sebanyak Rp 1,170 triliun, dengan rincian di 2020 Rp 20 miliar untuk AMDAL, detil desain, FS (feasibility studies) Bandar Antariksa dan masterplan; 2021 Rp 100 miliar untuk land clearing, jalan akses, pagar, launch pad, jaringan listrik dan air, dan pos keamanan; 2022 Rp 200 miliar untuk pembangunan kantor; 2023 Rp 800 miliar untuk pembangunan infrastruktur pendukung; dan 2024 Ro 50 miliar untuk pengoperasian awal bandar antariksa.
Sementara alokasi anggaran baru Rp 0,28 miliar untuk pembangunan gapura dan uji masalah sosial. Dan Rp 5 miliar untuk detil desain, FS Bandar Antariksa dan Masterplan.
Kemudian, Laksana melanjutkan, pada saat ini proses yang telah dilakukan yakni, kajian pembuatan naskah urgensi, penentuan lokasi dan committed user. Committed user ini jadi poin penting ini yang akan menentukan sejauh mana bandar antariksa ini memiliki potensi bisnis dan potensi ekonomi yang memadai, sehingga bisa dioperasikan secara berkesinambungan secara jangka panjang.
“Kemudian dilanjutkan feasibillity studies, pengoperasian, secara bersamaan dilakukan pembangunan setelah diperoleh amdal dan dibuat masterplannya. Semua proses tersebut sedang kami lakukan, kami carry over dari LAPAN untuk dieksekusi di bahwa BRIN,” terang Laksana.
Menurut Laksana, kajian awal proses saat ini penentuan lokasi khususnya di daerah Biak, telah dilakukan survei lokasi, dan di situlah diperoleh beberapa lokasi alternatif di daerah yang menjadi bahan pertimbangan tim teknis sejak saat itu.
“Naskah urgensi sudah diselesaikan pada 2019,” tandas Laksana. (TIA)