"Jadi sebenarnya mereka punya tempat suplai sendiri. Sampai dengan mereka berkurang pada masa tertentu mungkin pengetatan ekspor DMO tadi pasti tidak akan terpengaruh terhadap harga global," terang Gulat.
Tetapi, pada titik tertentu mereka harus membeli CPO dalam jumlah yang banyak. Di saat itulah terjadinya kenaikan harga CPO dan akan mendongkrak harga TBS.
Kekahwatiran yang kedua, papar Gulat, DMO bisa menjadi beban para petani sawit. Sebab, DMO dijual dengan harga Domestic Price Obligation (DPO) Rp10.600 per kg.
Menurut dia, DPO Rp10.600 itu mengakibatkan terjadinya selisih antara harga daripada CPO nasional domestik Rp11.950 per kg (harga tanggal 7 Februari). Sehingga, terjadi selisih Rp1.350 per kg dibandingkan harga yang terjadi di pasar.
"Tentu Rp1.350 per kg ini adalah beban CPO dan CPO akan mengirim beban tersebut kepada hulu (petani sawit). Berarti Rp1.350 per kg ini ada beban daripada TBS kami petani sawit sebesar Rp270 per kg," ungkap Gulat.
(YNA)