sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menteri ESDM Ungkap Tantangan Transisi dari Batu Bara ke Energi Bersih

Economics editor Atikah Umiyani/MPI
28/04/2024 05:00 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan tantangan Indonesia sebagai penghasil batubara.
Menteri ESDM Ungkap Tantangan Transisi dari Batu Bara ke Energi Bersih. (Foto: MNC Media)
Menteri ESDM Ungkap Tantangan Transisi dari Batu Bara ke Energi Bersih. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan tantangan Indonesia sebagai penghasil batubara, dalam hal mengantisipasi dampak transisi dari bahan bakar fosil ke energi bersih.

Hal tersebut diterangkannya saat menjadi pembicara kunci pada International Energy Agency (IEA) Global Summit on People-Centred Clean Energy Transition di Paris, Prancis pekan ini.

Menurut Arifin, Indonesia merupakan negara kepulauan yang membutuhkan sumber energi yang besar. Oleh sebab itu, energi fosil hingga saat ini masih mendominasi kebutuhan energi di Indonesia, yakni 87 persen di 2023.

"Ketergantungan ini dicerminkan melalui ekonomi sirkular yang signifikan di seluruh value chain, mulai dari pertambangan, pengolahan, distribusi, dan konsumsi, yang menciptakan banyak pekerja yang bergantung pada industri bahan bakar fosil," jelas Arifin dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (27/4/2024).

Batu bara masih menjadi yang paling dominan, di samping minyak dan gas bumi yang mendukung sektor industri, gedung, dan transportasi.

Diakui Arifin, komitmen banyak negara untuk mengurangi penggunaan batu bara, menjadi tantangan bagi Indonesia sebagai negara penghasil batu bara. 

Ada lebih dari 267 ribu pekerja industri pertambangan batubara dan sekitar 32 ribu pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Mereka membutuhkan peluang pekerjaan baru jika transisi energi berhasil.

Pemerintah Indonesia, menurut Arifin, telah mengimplementasikan berbagai program untuk memastikan peluang pekerjaan berkualitas tinggi selama transisi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan.

Program pertama adalah pemanfaatan lahan bekas tambang sebagai sumber energi (energy back to energy), seperti perkebunan biomassa, lokasi pembangkit listrik tenaga surya, juga pertanian, sehingga masyarakat dapat terus mendapatkan manfaat dari bekas lokasi tambang.

"Kami juga mengimbau masyarakat di sekitar PLTU untuk menanam mangrove yang dapat menyerap karbon dalam jumlah besar (50 ton CO2/hektare/tahun). Implementasi pasar karbon juga akan membuka peluang finansial bagi masyarakat, sembari mengurangi emisi," imbuh Arifin.

Pemerintah juga mendistribusikan sertifikat tanah untuk dapat dikelola oleh masyarakat lokal. Selain itu, pendidikan dan pelatihan teknologi EBT bagi pekerja pembangkit listrik tenaga batubara untuk meningkatkan kompetensi.

"Di samping itu, Pemerintah juga mewajibkan perusahaan tambang melalui berbagai regulasi untuk melaksanakan program pengembangan masyarakat, seperti pendidikan, keterampilan berwirausaha, dan pembangunan infrastruktur untuk mendukung masyarakat lokal yang mandiri secara ekonomi," pungkas Arifin. (WHY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement