IDXChannel - Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,3% pada 2023. Hal ini dilandaskan pada kinerja positif tahun lalu di mana ekonomi Indonesia berhasil bangkit dari terjangan pandemi.
Kendati demikian, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menyebut pelaku usaha masih akan dibayangi oleh berbagai tantangan.
Salah satunya resesi ekonomi global yang dapat berimbas pada industri padat karya yang berorientasi ekspor, seperti produk tekstil, alas kaki dan pakaian. Ia mengaku khawatir resesi akan menyebabkan turunnya permintaan ekspor dari negara-negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor andalan.
Untuk menghadapi gejolak ekonomi fundamental akibat kenaikan agresif suku bunga dari negara-negara maju, Indonesia juga ikut menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,5 persen. Kenaikan tersebut bakal diikuti dengan kenaikan suku bunga riil, yang berdampak pada penyaluran kredit.
"Hal ini bakal membebani pengusaha di tengah kenaikan upah minimum yang baru saja ditetapkan. Dampak lanjutannya adalah para pengusaha bakal akan menahan laju ekspansi dan produksi, apalagi bagi sektor-sektor yang kena dampak langsung penurunan ekspor," ujarnya dikutip MNC Portal Indonesia, Kamis (5/1/2023).
Arsjad menambahkan, beberapa regulasi baru juga turut menjadi perhatian Kadin di antaranya adalah pengenaan cukai produk plastik, minuman berpemanis dalam kemasan, serta kebijakan Zero Over Dimension and Overload (ODOL).
Ia menyebut pihaknya memahami, sampah dari kemasan plastik merupakan ancaman serius untuk lingkungan, dan minuman berpemanis berkontribusi terhadap penyakit diabetes yang merupakan salah satu "silent killer" terbesar di Indonesia.
Namun kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dengan matang daya saing usaha, mengingat alternatif kemasan ramah lingkungan dan kesadaran konsumen terhadap ancaman kemasan plastik terhadap lingkungan masih rendah.
Arsjad khawatir konsumen tidak mau membeli dengan harga yang lebih mahal, apabila menggunakan kemasan ramah lingkungan. Sementara pelaku usaha tentu saja akan menaikkan harga dari ongkos produksi yang naik.
Sementara itu, kebijakan ODOL yang akan diberlakukan pemerintah pada tahun depan, juga akan mendorong kenaikan harga barang, karena pelaku industri masih mengandalkan kendaraan-kendaraan tersebut untuk mobilisasi barang secara lebih efisien. Biaya logistik dari distribusi barang, otomatis akan naik dan berpengaruh pada harga-harga di pasaran.
"Mengingat tahun depan ada ancaman resesi ekonomi global dan pemerintah harus tetap menjaga inflasi dan daya beli, regulasi baru tersebut tentu saja akan memberikan dampak pada harga-harga barang, daya beli, dan inflasi. Perlu akan langkah bersama untuk mengatasi lonjakan harga yang berpengaruh pada fundamental ekonomi dalam negeri," tutur Arsjad.
Kadin Indonesia sebagai rumah semua pelaku usaha dan mitra pemerintah, terus berharap agar ekonomi nasional tetap bertumbuh tahun depan sesuai prediksi.
Ancaman resesi ekonomi global harus disikapi bersama-sama dengan langkah konstruktif, sehingga baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat tidak terbebani.
Senada, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Kamdani pun menyebutkan bahwa pelaku usaha akan lebih waspada dalam berekspansi atau mengembangkan usaha di 2023 untuk mewaspadai risiko resesi global.
“Sebenarnya kita optimis tapi tetap berhati-hati. Kalau ekspansi dan lain-lain, kita mesti lihat demandnya, pasarnya, dan lain-lain yang penting sekarang di perusahaan cost itu tidak mempengaruhi efisiensi,” jelas Shinta.
Di kesempatan berbeda, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi B. Sukamdani mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia tertekan pada tahun 2023. Hal itu berdasarkan proyeksi dari beberapa lembaga, termasuk pemerintah Indonesia itu sendiri.
Ia pun mengatakan beberapa yang harus menjadi perhatian adalah pemerintah perlu melihat bagaimana dampak ekonomi global kepada pelaku usaha domestik. Salah satu adalah kapasitas produk industri.
Hariyadi mencermati bahwa inflasi sudah naik cukup cepat, bila tidak terkontrol nantinya akan berpengaruh kepada daya beli masyarakat serta mempengaruhi kapasitas produksi sektor rill.
Sementara itu, terkait keputusan pemerintah yang mencabut aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Arsjad Rasjid pun menyambut baik hal tersebut. Sebab menurutnya, pencabutan PPKM ini akan membuat bisnis sektor pariwisata, ritel, hingga UMKM kembali menggeliat. Sebelumnya, ketiga sektor bisnis tersebut tiarap cukup lama akibat dampak pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.
"Pencabutan PPKM akan membuat sektor pariwisata dan ritel kembali menggeliat karena di periode Maret 2020 hingga Maret 2021, lebih dari 1.500 gerai ritel gulung tikar," terangnya.
Ia mengungkapkan, saat ini kinerja sektor pariwisata juga terus menunjukkan perbaikan setelah wisatawan mancanegara dan domestik telah bebas bepergian di Indonesia. Hal ini mendorong peningkatan sektor akomodasi, makanan, dan minuman. Kadin memproyeksikan pertumbuhan sektor ini bisa mencapai 4,2 persen di 2023.
Dengan pencabutan PPKM, dapat menjadi momentum bagi kebangkitan UMKM untuk ekonomi Indonesia. Mengingat, kontribusi besar UMKM pada PDB dan penyerapan lapangan kerja.
"Dicabutnya PPKM juga merupakan besar UMKM untuk mulai beroperasi secara normal," imbuhnya.
Arsjad berharap selesainya kebijakan PPKM ini dapat memacu pelaku usaha di Indonesia, termasuk UMKM untuk selalu berinovasi sehingga, produk-produk yang dihasilkan dapat diserap pasar domestik maupun internasional.
(DES)