Mereka pun telah mereduksi nilai buku hanya sebagai produk komoditas biasa. Rating penjualan tidak lagi mempertimbangkan konten dan orisinalitas buku, melainkan sekadar kecepatan pengiriman atau kualitas pengemasan.
Penerbit mengalami kendala saat menangani para penjual buku bajakan tersebut. Kendati marketplace daring menyediakan mekanisme pelaporan produk bajakan dan bersedia menghapus tayangan buku yang diadukan, buku-buku bajakan tersebut akan dengan mudah tampil kembali melalui akun-akun penjualan lain.
Melalui saluran digital, pembajakan telah tumbuh dalam skala industri dengan stok para penjual dapat mencapai ribuan eksemplar per judul. Dunia penulisan menjadi tidak menarik sebagai bidang pekerjaan karena penulis maupun pelaku perbukuan lainnya kehilangan potensi pendapatan dari karya mereka.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2017 telah menjamin keberadaan 10 pelaku perbukuan. Mereka yang menggantungkan hidup dalam subsektor industri kreatif ini adalah para profesional yaitu penulis, penerjemah, penyadur, editor, desainer, dan ilustrator; serta badan usaha berupa percetakan, pengembang buku elektronik, penerbit, dan toko buku.
Pada 2019, Ikapi menerima laporan tentang pelanggaran hak cipta dari 11 penerbit. Nilai potensi kerugian hanya dari 11 penerbit saja akibat pelanggaran hak cipta mencapai angka Rp116,050 miliar.