Proyek ini juga merupakan salah satu dari empat proyek strategis panas bumi PGE dalam Blue Book 2025-2029 oleh Kementerian PPN/Bappenas. Penetapan ini merupakan hasil pengajuan resmi PGE melalui PT Pertamina (Persero) yang menjadi tonggak penting dalam mengembangkan potensi panas bumi sebagai tulang punggung transisi energi nasional.
Selain berkontribusi terhadap pasokan listrik, industri panas bumi juga memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Sepanjang 2010-2024, sektor ini mencatatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp21,43 triliun, sekaligus memberikan manfaat langsung bagi daerah penghasil melalui Dana Bagi Hasil (DBH) yang mencapai sekitar Rp10,82 triliun pada periode 2019-2024.
Kontribusi ini tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui efek berganda (multiplier effect).
Sebagai pionir pengembangan energi panas bumi di Indonesia dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, PGE berfokus mewujudkan target kapasitas terpasang sebesar 1 gigawatt (GW) dalam 2-3 tahun ke depan dan 1,8 GW pada 2033. Sejalan dengan itu, PGE telah mengidentifikasi potensi panas bumi hingga 3 GW dari 10 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang dikelola secara mandiri.
Saat ini, PGE mengelola kapasitas terpasang sebesar 727 MW yang tersebar di enam wilayah operasi, serta tengah mengembangkan sejumlah proyek strategis lainnya, antara lain PLTP Hululais Unit 1 dan 2 berkapasitas 110 MW, serta beberapa proyek co-generation bekerja sama dengan PLN Indonesia Power dengan total kapasitas mencapai 230 MW.
(Dhera Arizona)