IDXChannel - Peredaran dan konsumsi rokok ilegal di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak 2022. Hal ini pun membuat negara mengalami kerugian dari sisi pendapatan cukai dalam jumlah yang sangat besar.
Direktur Eksekutif Indodata Danis TS Wahidin mengatakan, peredaran dan konsumsi rokok ilegal yang masif ini memberikan dampak yang buruk terhadap pendapatan negara. Tak tanggung-tanggung, angkanya mencapai Rp97,81 triliun.
Angka ini didapat berdasarkan kontribusi volume rokok ilegal untuk masing-masing jenis rokok, baik itu rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
"Total estimasi kerugian pendapatan negara adalah sebesar Rp97,81 triliun," kata Danis dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta Pusat pada Senin (18/11/2024).
Danis merinci, rokok jenis SKM ilegal yang jumlahnya mencapai 86,35 miliar batang berpotensi mengakibatkan kerugian sebesar Rp76,42 triliun, jika harga cukai SKM rata-rata Rp885.
Sementara rokok SKT ilegal sebesar 58,98 miliar batang berpotensi mengakibatkan kerugian sebesar Rp17,02 triliun, jika harga cukai rata-rata Rp288,5 adalah sebesar Rp17,02 triliun.
Sedangkan rokok SPM ilegal sebesar 4,6 miliar batang maka potensi kerugian dari cukai SPM jika rata-rata harga cukai Rp951,50 adalah sebesar Rp4,38 triliun.
Danis menyebut, ada sejumlah alasan mengapa rokok ilegal begitu diminati masyarakat. Pertama, karena rokok ilegal memiliki rasa yang cukup enak, kemasan dan kualitasnya cukup bagus, dan harga sangat murah.
Selain itu juga karena kemudahan membeli rokok ilegal di warung, dan ketersediaannya yang terbilang banyak.
Untuk itu, Danis menilai perlu perumusan dan implementasi kebijakan yang tepat dan akurat, sehingga kinerja kebijakan dapat lebih efektif dan efisien.
Selain itu, efektivitas kebijakan atas tarif cukai rokok dan Harga Jual Eceran (HJE) juga perlu terus didukung oleh pengawasan dan penegakan hukum yang lebih intensif atas peredaran rokok legal, sebagai salah satu upaya dalam mendukung optimalisasi pendapatan negara dan melindungi pabrikan legal di tanah air.
"Industri Hasil Tembakau merupakan industri yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Oleh karena itu, melibatkan pemangku kepentingan yang lebih luas dalam merumuskan kebijakan tarif cukai dan HJE menjadi sebuah keharusan agar dapat memperoleh perspektif seluas mungkin sebagai dasar pengambilan keputusan yang efektif," kata Danis.
"Kebijakan pengaturan IHT sangatlah perlu memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek secara hati-hati, komprehensif, dan objektif untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan yang justru berpotensi mengurangi efektivitas implementasi dan bahkan menimbulkan kerugian di sektor yang lain," ujarnya.
Diketahui, jumlah perokok ilegal terus meningkat dari 28,12 persen di tahun 2022 menjadi 30,96 persen di tahun 2023. Indodata menyebut, dari 2.500 responden yang tersebar di 13 wilayah survei, 2.296 orang mengonsumsi rokok ilegal.
Berdasarkan survei yang dilakukan Indodata Research Center, persentase konsumsi rokok ilegal di 2024 menyentuh angka 46,95 persen. Peningkatan ini cukup signifikan jika dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
Adapun jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari sebanyak 13.115 batang. Angka ini hampir separuhnya dari konsumsi rokok per hari, baik rokok legal maupun ilegal yang mencapai 27.937 batang per hari.
(Dhera Arizona)