“Pemerintahan baru akan terpaksa mundur selangkah untuk masalah kemasan rokok polos tanpa merek ini karena harus melakukan pemetaan ulang ‘masalah baru’ yang muncul akibat kebijakan tersebut,” kata dia.
Menurut Gitadi, kemasan rokok polos tanpa merek bukanlah solusi yang tepat untuk menekan prevalensi perokok di Indonesia. Sebab, belum tentu mampu menurunkan konsumsi.
Bahkan, dia khawatir kebijakan tersebut akan semakin meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Aturan kemasan rokok polos tanpa merek juga dinilai bertentangan dengan berbagai target yang diusung oleh pemerintah baru, seperti target penerimaan negara dari cukai (tax ratio) sebesar 23 persen. Kebijakan ini dinilai akan membuat target penerimaan negara dari cukai yang tinggi tersebut menjadi tidak dapat tercapai.