Dengan segala keterbatasan, Jahja kecil berkembang menjadi anak yang menonjol dalam akademik maupun kegiatan lain semisal karate. Ia selalu menjadi juara kelas. Bahkan akibat hobinya membaca dan seringkali tidak dengan jarak baca serta pencahayaan yang baik, Jahja sudah menggunakan kacamata sejak kelas 4 SD.
Usai menyelesaikan pendidikan SMA, sebetulnya ia berminat untuk melanjutkan studi kedokteran ataupun tenik. Namun, karena keterbatasan finansial Jahja akhirnya memilih jurusan ekonomi Unversitas Indonesia atas saran dari ayahnya.
Setelah malang melintang di berbagai perusahaan dengan segara prestasinya, Jahja akhirnya berlabuh ke Bank Central Asia pada 1990. Setelah berbagai level posisi sudah ia lakoni, akhirnya pada 2011 menjabat sebagai Presiden Direktur BCA hingga saat ini.
Meski perjalanan kariernya sukses dan mulus, Jahja nyatanya ia tetaplah orang yang sederhana dan rendah hati. Bahkan dalam sebuah wawancara, ia pernah menuturkan bahwa sesempurnanya seseorang, tak ada gading yang retak.
“Setiap orang itu pasti memiliki kelebihan dan pasti punya kekurangan, namun bagaimana kita melihat dari berbagai dua figur tersebut. Saya sendiri merasa bukan sosok yang paling sempurna. Janganlah orang mengambil panutan dari saya, akan tetapi ambillah yang menurut orang itu baik tentang saya. Kalau figur panutan, terus terang saya tidak ada, tetapi saya mencoba untuk autodidak dalam arti kita belajar dari kehidupan-kehidupan kita sebelumnya dan melihat orang-orang itu seperti apa,” pungkasnya bijak. (*)