IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengkritik keras Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur zonasi larangan iklan rokok di media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono meminta pemerintah untuk membatalkan aturan ini karena bisa berdampak pada banyak sektor usaha.
“Kalau tidak bisa dibatalkan, bisa diundur, ditunda pelaksanaannya. Kita harapkan pemerintah mau menampung,” kata Sutrisno dalam sebuah diskusi, Rabu (28/8/2024).
Sutrisno mengungkapkan, Apindo selaku asosiasi menerima banyak keluhan terkait PP 28/2024. Dia menyebut, pelaku usaha yang protes atas aturan tersebut berasal dari industri tembakau, makanan dan minuman, hingga perikana.
“Pembatasan iklan kan untuk itu, bagian dari tembakau. Concern kita, kebijakan harusnya tidak datang tiba-tiba. Pemerintah kurang menampung aspirasi masyarakat. Ini menimbulkan gejolak luar biasa. Ini menandakan belum ada komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha,” katanya.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi menyebut, aturan ini berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi industri periklanan maupun sektor turunannya. Dia pesimistis target prevalensi perokok tercapai dengan aturan ini dan malah menimbulkan masalah baru berupa pengangguran.
“Kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), karena ini menjadi efek domino, salah satunya ke industri kreatif kelas menengah ke bawah. Jadi, dampaknya cukup signifikan,” ujarnya.
Fabianus melihat PP ini menetapkan aturan ketat untuk iklan produk tembakau dan rokok elektronik. Berdasarkan Pasal 449 ayat (1), iklan tidak boleh dipasang di area sensitif seperti fasilitas kesehatan, tempat pendidikan, area bermain anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
Hasilnya, dari 57 perusahaan yang tersebar di 26 kota, terdampak dengan regulasi ini. Bahkan industri yang mengandalkan 75 persen mengandalkan produk rokok sebanyak 25 persen perusahaan diprediksi langsung bangkrut.
“Contohnya di Bali, sudah ada laporan, ada festival musik yang batal dilaksanakan karena tidak mendapatkan sponsor rokok. Pengiklan tidak berani, karena takut melanggar PP 28,” katanya.
Fabianus mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pembuatan regulasi tersebut. Padahal, ketika PP itu masih dalam bentuk rancangan (RPP), industri media luar sudah terdampak. Pasalnya, kontribusi sponsor rokok cukup besar.
“Ini bukan persoalan 500 meter dari satuan pendidikan saja. Tetapi tidak diletakkan di jalan utama. Saya kira harus dihilangkan karena reklame itu harus di tempat ramai,” ucapnya.
(Rahmat Fiansyah)