Meskipun demikian, pejabat ExxonMobil berulang kali meremehkan perubahan iklim di depan umum.
"Pada tahun 1999, misalnya, chief executive officer ExxonMobil Corp Lee Raymond mengatakan proyeksi iklim masa depan didasarkan pada model iklim yang sama sekali tidak terbukti, atau, lebih sering, spekulasi belaka,'" kata para penulis.
"Pada 2013, penggantinya, Rex Tillerson, menyebut model iklim 'tidak kompeten'. Pada tahun 2015, ia menyatakan: 'Kami tidak benar-benar tahu apa efek iklim 600 ppm versus 450 ppm karena modelnya tidak begitu bagus'."
ExxonMobil, yang berkantor pusat di negara bagian Texas, AS, tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Studi yang ditulis oleh para peneliti di Harvard University, University of Miami, dan Potsdam Institute for Climate Impact Research di
Jerman, mendasarkan temuannya pada dokumen perusahaan yang diperoleh jurnalis dan peneliti, termasuk file internal yang memperingatkan perubahan iklim "berpotensi bencana" yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2015 oleh Los Angeles Times dan InsideClimate News.
"Kami sekarang memiliki bukti kedap udara dan ketat secara statistik bahwa Exxon secara akurat memprediksi pemanasan global bertahun-tahun sebelum berbalik dan secara terbuka menyerang ilmu iklim dan ilmuwan," Geoffrey Supran, seorang profesor ilmu dan kebijakan lingkungan di University of Miami yang ikut menulis penelitian tersebut, mengatakan di Twitter.
"Dalam pengertian itu, grafik ini tidak hanya mengomunikasikan krisis, tetapi juga menegaskan keterlibatan."
(DKH)