“Karena bentang jembatan melebihi 100 meter, sementara ini kami menggunakan jembatan perintis agar konektivitas antarwilayah bisa segera dipulihkan,” tutur dia.
Jembatan tersebut dirancang dapat dilalui oleh pejalan kaki, kendaraan roda dua, serta gerobak pengangkut logistik, sehingga distribusi bantuan dari Aceh Tamiang menuju Aceh Timur dapat kembali berjalan. Selama proses pembangunan berlangsung, pengiriman bantuan masih dilakukan menggunakan perahu karet.
Selain penanganan konektivitas, tim Kemenko Infra juga membawa instalasi pengolahan air bersih yang dikembangkan bersama Kementerian Kesehatan. Sistem ini memanfaatkan air sungai yang dipompa secara portabel, kemudian ditampung dan diendapkan selama 20-25 menit.
“Air hasil pengolahan ini minimal dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan MCK. Untuk air minum, masih diperlukan proses lanjutan oleh tim Kemenkes,” ujar Stafsus Arif.
Kemenko Infra juga membawa contoh rumah modular knockdown berbahan beton ringan yang dirancang agar mudah dirakit dan mempercepat penyediaan hunian sementara bagi warga terdampak.