"Sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51,9 juta batang, sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359,4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693%," ucap Asep.
Berdasarkan temuan KPK, kata Asep, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota ketika Den Yealta menjabat Kepala BP Tanjungpinang.
Di mana, kata Asep, kebijakan Den Yealta tersebut telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok. Den Yealta diduga tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar.
"Akan tetapi, DY secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang," sambung Asep.