Namun, bila aset tersebut masih memiliki manfaat ekonomis di masa depan, maka perhitungan yang dilakukan harus menggunakan pendekatan selisih harga.
"Perhitungan total loss dapat digunakan misalnya apabila kita butuh sepeda gunung, tetapi yang dibeli kemudian bukan sepeda gunung. Namun, apabila yang aset yang dibeli sudah sesuai, meski mungkin ada keterlambatan atau kesalahan prosedur, tetap harus dihitung karena barang-barang tersebut masih dicatat sebagain aset," tutur Irmansyah.
Sebagaimana diketahui, BPKP dan Kejaksaan menyebutkan kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus korupsi pengadaan BTS 4G sebesar Rp8,03 triliun.
Perhitungan ini mengacu kepada jumlah menara yang belum selesai dibangun sebanyak 3.242 BTS hingga 31 Maret 2022 dari total 4.200 BTS yang harus dikerjakan. (TSA)