Selanjutnya, Wajib Halal juga sejalan dengan Prioritas Nasional (PN) 8, yaitu memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama.
Transformasi penyelenggaraan jaminan produk halal dilakukan melalui peningkatan kualitas penjaminan produk halal, kolaborasi lintas pemangku kepentingan, serta penyediaan layanan halal yang transformatif guna mewujudkan kehidupan beragama yang maslahat, adil, dan berkeadaban.
“Halal itu bukan cuma soal agama semata, tapi standar universal yang dipakai siapapun. Halal is symbol of health, symbol of clean, symbol of quality. Kalau kita tidak tertib halal, kita akan tertinggal,” ujar dia.
"Jadi, implementasi Wajib Halal merupakan langkah strategis untuk menjadikan Indonesia lebih berdaulat dan kompetitif di pasar global," katanya.
Selengkapnya, penahapan kewajiban sertifikasi halal yang diberlakukan mulai 18 Oktober 2026 adalah sebagai berikut:
1- Produk Makanan dan Minuman (Produk Pelaku UMK dan produk Luar Negeri).
2- Bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman.(Produk Pelaku UMK dan produk Luar Negeri).
3- Hasil sembelihan dan Jasa penyembelihan (Produk Pelaku UMK dan produk Luar Negeri).
4- Obat Bahan Alam, Obat Kuasi, dan Suplemen Kesehatan
5- Kosmetik, Produk Kimiawi dan Produk Rekayasa Genetik.
6- Barang Gunaan: a) Sandang, penutup kepala, dan aksesoris. b) Perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, alat tulis, dan perlengkapan kantor Alat Kesehatan kelas risiko A.
Sebelumnya, penahapan kewajiban sertifikasi halal tahap pertama yang telah mulai diberlakukan mulai 18 Oktober 2024 adalah:
1- Produk Makanan dan Minuman (Produk Pelaku Usaha Menengah dan Besar).
2- Bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. (Produk Pelaku Usaha Menengah dan Besar).
3- Hasil sembelihan dan Jasa penyembelihan (Produk Pelaku Usaha Menengah dan Besar).
(Dhera Arizona)