IDXChannel - Akhir-akhir ini, Pendiri SpaceX dan Tesla, Elon Musk dikabarkan telah menggaet para peneliti kecerdasan buatan (AI) untuk mendirikan laboratorium penelitian guna mengembangkan sebuah opsi alternatif dari ChatGPT milik OpenAI.
Berdasarkan sumber dari TechNewsWorld melalui laporan dari The Information, Langkah ini bermula dari ketidakpuasan Musk dengan perlindungan yang telah dimasukkan OpenAI dalam ChatGPT untuk mencegahnya menghasilkan teks yang dapat menyinggung pengguna.
Selain itu, Musk dan beberapa komentator konservatif pun turut menuduh OpenAI untuk melatih ChatGPT agar tetap “terjaga.”
Dalam laman yang sama, Nate Hochman, selaku penulis untuk National Review bulan Januari, mengatakan ia berhasil menemukan kesalahan ideologi yang berada didalam ChatGPT.
"Tidak jelas apakah ini merupakan karakteristik ChatGPT. Sejak awal atau apakah ini merupakan reformasi algoritma baru-baru ini, tetapi tampaknya tindakan keras terhadap 'informasi yang salah' yang telah kita lihat di seluruh platform teknologi dalam beberapa tahun terakhir - yang sering kali berbelok menjadi upaya yang lebih berani untuk menekan atau membungkam sudut pandang yang berbeda dengan ortodoksi progresif - sekarang juga merupakan fitur ChatGPT," tulisnya.
Tidak hanya itu, dari laman yang sama, seorang analis kebijakan di Cato Institute, Will Duffield, berpendapat bahwa sebenarnya apa yang terlihat sebagai kesalahan ideologi bagi sebagian orang adalah sebuah upaya untuk menghindari kontroversi.
"Woke adalah pembingkaian yang salah," tutur Duffield.
"Chatbot OpenAI, dan juga DALL-E, telah disetel untuk menghindari topik-topik yang kontroversial. Itu tidak berarti mereka telah disetel untuk dibangunkan. Dalam menghindari kontroversi, mereka mencerminkan apa yang dianggap kontroversial oleh masyarakat secara keseluruhan," tambahnya.
Ia pun menjelaskan, sebagai contoh jika Anda membutuhkan bantuan ChatGPT untuk menuliskan puisi tentang Biden dan puisi tentang Trump, maka ia hanya menulis puisi tentang Biden saja.
"Hal ini bukan karena seseorang di OpenAI menyetel model untuk menghindari Trump, tetapi karena Trump adalah sosok yang kontroversial. Jika Anda membaca semua yang ditulis tentang Biden dan Trump selama 10 tahun terakhir, Anda akan mendapatkan kesan bahwa Trump lebih kontroversial." jelasnya.
Selain itu, melalui laman yang sama, co-founder Near Media, Greg Sterling juga beranggapan bahwa kritik yang dilayangkan tidak beralasan.
"OpenAI dan Microsoft berusaha mencegah ChatGPT menghasilkan konten kebencian atau rasis, yang merupakan hal yang bertanggung jawab untuk dilakukan dan pragmatis," ucap Sterling "Merek apa pun yang terkait dengan ujaran kebencian atau disinformasi AI akan tercemar di benak publik," sambungnya.
Akan tetapi, Mark N. Vena, presiden dan analis utama SmartTech Research di San Jose, California, menyebut beberapa kasus telah dilaporkan ke media terkait kelemahan yang terlihat pada teknologi OpenAI.
"Sejujurnya, OpenAI masih dalam tahap pengujian, dan mengingat beberapa umpan balik pasar yang negatif tentang dugaan ketidakmampuannya membangunkan orang lain, saya menduga OpenAI akan menariknya kembali dari waktu ke waktu," ujar Vena.
Ia pun menambahkan, Jika dia (Elon Musk) menjadi bagian dari ranah AI, berarti itu bisa menjadi hal yang baik bagi teknologi tersebut.
"Mengingat pendekatan manajemen yang dia bawa ke Twitter - suka atau tidak suka - fokusnya pada transparansi bisa menjadi hal yang baik," imbuhnya.
"Saya berharap dia akan fokus pada transparansi yang tinggi di sekitar algoritma yang mungkin digunakan Twitter dengan implementasi ChatGPT mereka sendiri, dan Anda mungkin akan melihatnya mempromosikan kode etik yang kuat," lanjutnya.
"Saya pikir kita harus berpikiran terbuka tentang perubahan yang mungkin dia bawa ke dalam permainan ChatGPT," jelasnya.
Dari sumber yang sama, “munculnya laporan bahwa Elon Musk akan masuk ke bisnis chatting AI ini dapat menguntungkan Twitter,” menurut Ross Rubin, seorang analis utama di Reticle Research, sebuah perusahaan penasihat teknologi konsumen di New York.
"ChatGPT telah menjadi magnet lalu lintas yang luar biasa, dan ketika Anda berada dalam permainan perhatian, seperti Twitter, hal itu tidak mungkin diabaikan. Anda harus meresponsnya," ungkapnya.
"AI juga dapat memberikan pengguna cara untuk menambang jumlah data dan perspektif yang luar biasa yang bergulir di Twitter setiap hari," lanjutnya.
"Selalu menantang untuk mengikuti hal-hal yang ingin Anda ikuti di Twitter karena ada begitu banyak kebisingan," tambahnya. "AI dapat membantu di area tersebut."
Selain itu, masih dari sumber yang sama, menurut Duffield, kecerdasan buatan (AI) milik Elon Musk juga dapat mengambil manfaat dari kedekatannya dengan Twitter. "Dia memiliki data Twitter, yang mungkin bisa menjadi kumpulan informasi yang menarik untuk melatih AI," ucap Duffield.
"Jika dia (Elon Musk) benar-benar ingin membedakan produk AI-nya, ia harus menggunakan model yang dapat dijalankan oleh pengguna di mesin mereka sendiri dan mengatur bobot serta bias mereka sendiri," tambahnya. "Kebebasan semacam itu pada akhirnya akan menjadi yang paling penting dalam dunia AI."
Melalui sumber yang sama, begitu pula dengan Bob O’Donnel, Pendiri sekaligus kepala analis di Technalysis Research, memprediksi bahwa banyaknya perusahaan ingin mengembangkan model bahasa besar seperti ChatGPT.
"Karena mereka sangat mahal untuk dikembangkan, Anda membutuhkan seseorang dengan uang seperti Musk untuk mendanai upaya-upaya semacam itu," ujarnya.
"Saya tidak tahu apakah yang dilakukan Musk akan membuat perbedaan besar. Yang saya tahu adalah kita akan melihat sejumlah perusahaan mencoba hal ini dengan berbagai perspektif yang berbeda. Pada akhirnya, ini akan bermuara pada apa yang dianggap berguna oleh orang-orang." lanjutnya.
Dari sumber yang sama, sembari Elon Musk mempersiapkan diri untuk memasuki ke bidang chatting AI, Microsoft justru memperluas penggunaan teknologi tersebut ke dalam produk-produknya.
Selasa lalu, Microsoft telah mengumumkan bahwa versi terbaru dari Windows 11 akan memasukkan Bing dan didukung langsung oleh AI melalui taskbar.
"Kotak pencarian adalah salah satu fitur yang paling banyak digunakan di Windows, dengan lebih dari setengah miliar pengguna setiap bulannya, dan sekarang dengan kotak pencarian Windows yang dapat diketik dan Bing bertenaga AI yang baru berada di tengah-tengah pengalaman ini, Anda akan diberdayakan untuk menemukan jawaban yang Anda cari, lebih cepat dari sebelumnya," tulis Chief Product Officer Microsoft Panos Panay dalam blog perusahaan.
Namun, pada peluncuran produknya yang berbasis AI yang agresif mengalami beberapa kendala. Meski begitu, memperlambat laju sepertinya bukan sebuah pilihan.
"Akan ada kemunduran, tetapi ini benar-benar lebih tentang kemampuan Microsoft untuk menyesuaikan diri dengan cepat dan memperbarui dengan pagar pembatas baru dan pelatihan yang lebih baik," tutur Jason Wong, wakil presiden dan analis di Gartner, sebuah perusahaan riset dan penasihat yang berbasis di Stamford, Conn.
"Ada begitu banyak potensi yang bisa didapatkan dengan AI generatif sehingga ada baiknya untuk mengambil risiko lebih awal daripada terlambat masuk ke pasar pada saat ini," jelasnya.
(DKH)