"Lima tahun terakhir kerugian negara sudah ratusan triliun rupiah, ini saja 2020 sudah Rp2,8 triliun. 2018 ini entah under report, entah apa, tapi kita kasih clue-nya. Ini lho yang harus diaudit, biar menyeluruh," ujar Faisal pada Selasa (12/10/2021).
Faisal menyatakan bahwa berdasarkan data Intenational Trade Center, Indonesia banyak mengimpor produk-produk mahal dari China sehingga menyebabkan defisit. Di sisi lain, surplus hanya terjadi dalam perdagangan produk-produk murah atau bernilai tambah rendah, seperti ferro-alloys dan pig iron.
"Ekspor ke China tidak menambah devisa, karena 100% keuntungannya dibawa pulang, tidak ada yang tersisa karena mereka tidak bayar PPh Badan. Untung berapa dari ekspor itu, dalam lima tahun itu setidaknya Rp200 triliun," ujar Faisal.
Sambung dia mengatakan, pengelolaan industri dan perdagangan komoditas bisa berujung petaka bagi Indonesia tanpa kebijakan dan arah pengembangan yang tepat.
"Saat ini Indonesia mengalami kutukan sumber daya alam (SDA), alih-alih berkah SDA untuk mensejahterakan rakyat," pungkas Faisal. (RAMA)