IDXChannel - Rencana pemerintah menarik iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Program ini disebut dapat menggerus daya beli masyarakat, sehingga harus kembali dikaji lebih mendalam.
Analis Panin Sekuritas, Andhika Audrey menerangkan, peta jalan menuju Indonesia Maju 2045, salah satunya adalah menguatkan kualitas ekonomi kelas menengah untuk lebih inovatif dan produktif, sehingga mendorong pembangunan dan produktivitas Indonesia agar dapat naik kelas dengan menyandang status ke negara berpenghasilan tinggi.
Namun, sambungnya, belakangan ini beberapa rencana program dari pemerintah seakan-akan mendiskreditkan kaum pekerja alias masyarakat menengah hingga menengah bawah (middle-low) sebagai contoh rencana pengaplikasian iuran wajib Tapera dengan skema yang mengharuskan komponen pemotong take home pay (THP) dari kelas pekerja sebesar 2,5 persen dan pemberi kerja sebesar 0,5 persen.
"Komponen ini tergolong besar bila dibandingkan dengan BPJS Kesehatan (1 persen), Jaminan hari tua (2 persen), serta Jaminan Pensiun yang bahkan dapat dicairkan setelah pensiun (1 persen)," ungkap Andhika dalam risetnya, Jakarta, Minggu (23/6).
Menurutnya, Tapera di atas kertas ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yakni berpenghasilan di Bawah Rp8 juta (Rp10 juta untuk Papua), dengan membantu meringankan beban bunga bukan meringankan harga rumah.