Mereka bahkan harus membayar sejumlah uang kepada oknum agar bisa menyeberang secara ilegal dari Tanjung Balai Asahan ke Malaysia.
“Mereka (WNI) bayar Rp1 sampai Rp2 juta untuk berangkat secara ilegal. Gajinya, sekitar Rp5 juta per bulan untuk ABK dan Rp10 juta untuk nakhoda,” tambahnya.
Kedua kapal kini tengah dalam proses penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Stasiun PSDKP Belawan.
Direktur Pengendalian Operasi Armada, Saiful Umam menjelaskan, kapal pertama yaitu KM. SLFA 5210 berbobot 43,34 GT dengan muatan ikan campur sekitar 300 kg dan empat ABK WNI. Sementara kapal kedua, KM. SLFA 4584 berbobot 27,16 GT, bermuatan sekitar 150 kg ikan campur dan diawaki oleh tiga WNI.
Kepala Stasiun PSDKP Belawan, M. Syamsu Rokman menambahkan, kedua kapal bisa dijerat dengan Undang-Undang Perikanan yang telah diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023.
“Ancaman pidana maksimal delapan tahun dan denda sampai Rp1,5 miliar,” kata Syamsu.
(Febrina Ratna Iskana)