sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kurangi Pengguna Anak, Harga Rokok Perlu Diawasi

Economics editor Rina Anggraeni
30/03/2021 17:20 WIB
Pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak pada RPJMN 2020-2024 dari 9.1% menjadi 8.7% di 2024.
Pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak pada RPJMN 2020-2024 dari 9.1% menjadi 8.7% di 2024. (Foto: MNC Media)
Pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak pada RPJMN 2020-2024 dari 9.1% menjadi 8.7% di 2024. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak pada RPJMN 2020-2024 dari 9.1% menjadi 8.7% di 2024. Namun, target tersebut perlu diikuti keseriusan pengawasan harga rokok di pasaran.

Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wawan Juswanto, mengatakan kebijakan pengawasan harga pasar rokok yang rasional perlu dilakukan. Tanpa kebijakan tersebut, harga rokok yang terjangkau menjadi salah satu momok Pemerintah dalam penurunan prevalensi merokok, khususnya pada generasi muda yang akan menjadi generasi penerus bangsa.

Menurut dia, pemerintah secara serius berupaya mencapai target penurunan prevalensi merokok anak yang tercantum di RPJMN 2020-2024. Wawan mengatakan khusus untuk kebijakan harga transaksi pasar (HTP) memang telah diubah sejak 2017 dengan pengaturan batasan penjualan rokok 85% dari harga jual eceran (HJE).

“Tujuan dari pembatasan 85% ini adalah untuk mengendalikan konsumsi agar harganya tidak terlalu murah di pasaran. Selain itu ada persaingan sehat pada perusahaan, untuk menghindari predatory pricing oleh perusahaan besar terhadap pabrik golongan menengah dan bawah,” ujar Wawan di Jakarta, Selasa (30/3/2021).

Sayangnya, menurut Adi Musharianto Peneliti dari Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan ada kontradiksi pada kebijakan minimum 85% yang ditetapkan Kementerian Keuangan tersebut.  Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai (Perdirjen BC) Nomor 37 tahun 2017 yang direvisi menjadi Perdirjen BC Nomor 25 tahun 2018 justru dalam lampiran metode pengawasannya memberikan ruang bagi perusahaan rokok untuk menjual rokok lebih rendah dari aturan di PMK 198/2020 (kurang dari 85%) asalkan didistribusikan di kurang dari 50% atau sekitar 40 area kantor bea cukai (KPPBC) di seluruh Indonesia yang melakukan pengawasan.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement