Dari dana tersebut, minimal sebesar 20 persen akan dihitung sebagai pemasukan pengurus untuk membiayai kinerja operasional, sedangkan sisanya maksimal sebesar 80 persen bakal dibayarkan kembali ke nasabah dan dimasukkan ke dalam tabungan sampah milik masing-masing warga yang terdaftar sebagai nasabah Bank Sampah.
Namun demikian, jika saat ini Bank Sampah Desa Benteng terhitung telah sukses dengan mampu menghasilkan omzet hingga jutaan dalam sebulan, Asih menegaskan bahwa capaian tersebut bukan instan, melainkan juga dibangun dengan penuh perjuangan, terutama pada tahun-tahun pertama sejak bank sampah ini didirikan pada Desember 2013 silam.
"Pertama diinisiasi, masih banyak resistensi dari warga, karena merasa kesulitan dalam memilah sampah rumah tangganya. Selain itu, proses mengangkut sampah yang telah disortir untuk dibawa ke sini (bank sampah) itu kan cukup menyusahkan juga," jelas Asih.
Tak hanya itu, pada masa awal beroperasi, masyarakat penabung sampah relatif masih cukup 'kritis' terhadap harga jual yang diterapkan oleh bank sampah.
Jika ternyata harga jual tersebut dirasa terlalu murah, tak sedikit warga yang lebih memilih menjual botol bekas, kertas, kardus dan beragam sampah lainnya ke tukang rongsok keliling.