IDXChannel - Pemerintah memastikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual (KI) resmi menjadi bagian dari kebijakan pemberian kredit dari pemerintah.
Keputusan ini diambil setelah usulan pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbasis KI sebesar Rp10 triliun disetujui oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Komite Nasional, Senin 17 November 2025.
Dengan persetujuan tersebut, Indonesia menempati posisi negara ke-15 di dunia yang menyediakan skema pembiayaan berbasis KI bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pelaku ekonomi kreatif.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan, pihaknya telah berkoordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk dapat mewujudkan skema ini.
Dia berharap para pemilik kekayaan intelektual segera dapat mengakses pembiayaan yang lebih luas melalui KUR maupun fasilitas non-KUR sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022. Sebab, kebutuhan pendanaan riset dan pengembangan inovasi, terutama dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang menghasilkan produk berbasis KI masih mengalami keterbatasan modal.
“Langkah awal sudah kami lakukan bersama BRI, dan kami juga memohon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar pembiayaan baik yang bank maupun non-bank bisa melaksanakan kebijakan kredit pemerintah setelah adanya lembaga penilai kekayaan intelektual,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (18/11/2025).
“Jaminan pasarnya ada, (regulasi) hukumnya siap. Yang kurang adalah pembiayaan riset. Dengan KUR berbasis KI, kita bisa mempercepat pengembangan inovasi,” kata dia.
Skema yang akan digunakan pada 2026 mendatang dalam pengajuan agunan pokok untuk para pelaku ekonomi kreatif ini dimulai dengan pengajuan proyek berbasis kekayaan intelektual kepada pemodal, untuk bank akan dikenakan bunga 2,4 persen per tahun. Pihak bank maupun non-bank akan meminta taksiran nilai valuasi proyek kepada lembaga valuator kekayaan intelektual.
Besaran permodalan bergantung pada nilai valuasi tersebut. Jika modal lebih besar diperlukan, para pemilik sertifikat dan pencatatan kekayaan intelektual dapat pula mengajukan agunan tambahan.
Pemerintah segera menyiapkan instrumen dan pelatihan untuk para valuator agar keputusan ini bisa segera diimplementasikan pada 2026.
Sebelumnya, realisasi awal telah dimulai sejak kolaborasi antara Kementerian Hukum, Kementerian Koperasi dan UKM, serta BRI pada pertengahan 2025. Pemerintah menargetkan perluasan ke sertifikat paten, desain industri, hingga pencatatan hak cipta setelah skema regulasi dan valuasi diperkuat.
Plt Dirjen Kekayaan Intelektual Hermansyah Siregar menjelaskan bahwa skema pembiayaan berbasis KI bukanlah hal yang baru karena telah diterapkan di berbagai negara dan menunjukkan hasil yang signifikan.
Tren global menunjukkan investasi pada aset tak berwujud seperti software, penelitian dan pengembangan, merek, dan desain telah melampaui investasi berwujud sejak 2009 dan terus tumbuh hingga 2024. Pergeseran ini memperlihatkan bahwa nilai ekonomi dunia kini bertumpu pada kreativitas dan inovasi, bukan hanya aset fisik.
Dengan jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif Indonesia mencapai 26 juta orang dan total 63 juta UMKM yang terus menghasilkan karya dan merek lokal, skema pembiayaan berbasis KI dinilai memiliki potensi besar untuk mengisi kesenjangan pembiayaan nasional.
“Tugas DJKI ke depan adalah memastikan standar valuasi, integrasi data KI, dan kualitas pelindungan hukum yang benar-benar mampu menyokong skema ini,” ujar Hermansyah.
Persetujuan mekanisme ini sekaligus memperkuat arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam menempatkan KI sebagai instrumen ekonomi strategis. Pelindungan kekayaan intelektual akan menjadi fondasi baru dalam penguatan ekosistem ekonomi kreatif dan inovasi nasional.
Masyarakat dan UMKM diimbau segera mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektual mereka melalui layanan resmi DJKI agar dapat memanfaatkan skema pembiayaan ini secara optimal.
(Dhera Arizona)