sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sri Mulyani Sebut Ekonomi 2024 Optimitis tapi Tetap Waspada, Ini Alasannya

Economics editor Michelle Natalia
22/12/2023 12:12 WIB
Perekonomian Indonesia pada tahun depan digambarkan sebagai tahun optimistis dan waspada. 
Sri Mulyani Sebut Ekonomi 2024 Optimitis tapi Tetap Waspada, Ini Alasannya
Sri Mulyani Sebut Ekonomi 2024 Optimitis tapi Tetap Waspada, Ini Alasannya

IDXChannel - Perekonomian Indonesia pada tahun depan digambarkan sebagai tahun optimistis dan waspada. 

Pasalnya, selain tahun digelarnya pemilu dan terjadinya transisi kepemimpinan, juga menjadi tahun pengantar landasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Panjang  (RPJMP) 2045 Menuju Indonesia Emas.
   
"Kata-kata optimis ini basisnya apa? Supaya tidak hanya menjadi jargon," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia di Jakarta, Jumat (22/12/2023).

"Kalau kita lihat tahun 2023 ini kan tadinya diprediksi berbagai lembaga internasional sebagai tahun yang cukup gelap dengan banyak proyeksi mengenai kondisi ekonomi negara besar yang bahkan kemungkinan masuk resesi," imbuh dia. 

Sri Mulyani menjelaskan, salah satu negara yang disebutkan adalah Amerika Serikat (AS). Selama 15 bulan, suku bunga di negara-negara maju naiknya luar biasa ekstrem. 

Berbicara soal suku bunga Federal Reserve (the Fed), naiknya melebihi 500 basis poin (bps) hanya dalam waktu kurang dari 12 bulan.

"Suatu perekonomian yang diberikan shock begitu besar hingga menaikkan suku bunga begitu drastis biasanya tidak bertahan, biasanya dia melemah atau bisa resesi, ujarnya.

"Eropa juga sama, yang tadinya suku bunganya negatif atau nol, kenaikannya 400 basis poin," tambah dia.

Akibatnya, kedua mesin ekonomi dunia itu mengalami perlambatan. Namun, untuk AS, muncul suatu harapan karena resiliensi perekonomiannya hingga akhir tahun ini. 

"Maka perekonomian terbesar dunia setidaknya bisa bertahan dengan kenaikan suku bunga yang begitu besar juga. Sementara China di sisi lain menghadapi masalah yang cukup struktural," tuturnya.

Jika dilihat dari konstelasi perekonomian dunia, ekonomi-ekonomi terbesar dunia semuanya mengalami persoalan struktural dan menghadapi kejutan dari sisi policy-driven, seperti kenaikan suku bunga.

"Maka dari itu kita harus berhati-hati, waspada. Waktu itu, untuk bisa optimistis saja kita perlu untuk mencari alasan, mungkin kita melihatnya dari sisi domestik, demand kita, dari sisi consumption. Ekspor kan kelihatan tahun ini mengalami negative growth," tuturnya.

Tak hanya itu, impor Indonesia pun mengalami pertumbuhan negatif. Akan tetapi, PMI manufaktur Indonesia masih positif dibanding beberapa negara yang disurvei meski ekspor dan impor Indonesia negatif. 

"Untuk 2024, dengan situasi tadi, kalau suku bunganya tinggi dan bertahan agak lama, walau sekarang diskusinya 'lamanya berapa lama?', tadinya ada yang bilang 24 bulan, 18 bulan, sekarang lebih pendek lagi, bahkan ada harapan penurunan suku bunga di second half next year," ucap Sri Mulyani.

Dia mengatakan, ini memberikan harapan, muncul optimisme. Karena ini menandakan kejutan terburuk dari kenaikan suku bunga sudah dilewati.

"Persoalan yang barangkali kita perlu lihat, lebih ke masalah fundamental, seperti aging di China itu kan tidak bisa di-reserve dengan policy immediately," ujarnya.

"Kalau masalah properti dan NPL itu juga tidak bisa kalau dilakukan restructuring, tidak akan bisa immediately memberikan pengaruh terhadap growth. Jadi ini masalah fundamental," imbuh dia.

Selanjutnya adalah masalah fragmentasi dan geopolitik. Menurutnya, ini yang mungkin menyebabkan perekonomian yang sangat terglobalisasi, investasi dan perdagangan tadinya bisa berlalu lalang dan menimbulkan mesin pertumbuhan, sekarang menjadi semakin terfragmentasi. 

"Ini menimbulkan downside risks. Jadi kita harus menghadapi 2024 dengan kondisi eksternal yang tidak friendly dan masalah fundamental," ucap Sri Mulyani.

(RNA)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement