sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Tolak Kenaikan UMP 1,09 Persen, Buruh Ancam Mogok Kerja pada 6-8 Desember 2021

Economics editor Jonathan Simanjuntak/MPI
22/11/2021 17:25 WIB
Dalam aksi mogok kerja nasional tersebut, kata Iqbal, setidaknya ada 2 juta buruh yang akan terlibat.
Tolak Kenaikan UMP 1,09 Persen, Buruh Ancam Mogok Kerja pada 6-8 Desember 2021 (FOTO:MNC Media)
Tolak Kenaikan UMP 1,09 Persen, Buruh Ancam Mogok Kerja pada 6-8 Desember 2021 (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Sebagai respon penolakan atas kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang hanya sebesar 1,09 persen, maka buruh akan melakukan aksi mogok kerja nasional pada tanggal 6 sampai 8 Desember 2021 mendatang. 

"Telah disepakati merencanakan mogok nasional (buruh) yang direncanakan tanggal 6, 7, 8 Desember 2021. Peserta mogok nasional dari 6 konfederasi serikat pekerja dan 60 federasi serikat pekerja di tingkat nasional, serta serikat-serikat pekerja regional,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangannya secara daring, Senin (22/11/2021). 

Iqbal tak menampik bahwa gerakan tersebut akan meluas dan melibatkan unsur-unsur dari masyarakat. Bahkan, tak menutup kemungkinan kawanan mahasiswa juga turut berpatisipasi. 

“Akan meluas, melibatkan semua gerakan unsur masyarakat dan tidak menutup kemungkinan kawan-kawan mahasiswa berpatisipasi dalam mogok nasional tanggal 6,7 dan 8 Desember 2021," tambahnya. 

Dalam aksi mogok kerja nasional tersebut, kata Iqbal, setidaknya ada 2 juta buruh yang akan terlibat. Iqbal mengklaim bahwa 2 juta buruh tersebut berasal dari sekita 100 ribu pabrik dan atau perusahaan yang berasal dari 30 provinsi. 

“Termasuk kawan-kawan ojek online akan bergabung atau kawan-kawan supir akan bergabung dan buruh-buruh pelabuhan. Ada 100 ribu perusahaan dalam mogok nasional kali ini di 30 provinsi, lebih dari 150 kabupaten atau kota,” tegasnya. 

Mogok nasioanl, juga memiliki dasar hukum. Iqbal mengutarakan bahwa dasar hukum melakukan mogok nasional akan menggunakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum. 

“Jadi bukan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang mogok kerja. Jadi pengusaha jangan berdalih-dalih menggunakan undang-undang itu (mogok kerja). Kita pakai undang-undang Nomor 9 tahun 1998 yaitu aksi unjuk rasanya,” jelasnya. 

Iqbal menyampaikan bahwa aksi tersebut akan dilakukan di sebanyak dua tempat. Yang pertama, buruh akan melakukan aksi di lokasi pabrik dan kedua di lokasi kantor pemerintahan. 

“Yang pertama, di lokasi pabrik. Karena dia di lokasi pabrik, instruksi kami jelas, stop produksi. Jadi bukan mogok kerja. Unjuk rasa di lokasi pabrik dengan stop produksi. Kenapa? Karena seluruh buruh di pabrik masing-masing itu ikut sebagai peserta unjuk rasa. Jadi juga tidak langgar PPKM. Kan pabrik boleh masuk 100%," jelas Iqbal. 

“Selain itu juga di kantor pemerintahan, ada yang di Istana, ada yang di Balai Kota DKI, ada yang di Kemenaker. Selain itu juga di kantor pemerintahan yang ada di daerah,” sambungnya. 

Iqbal menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan luapan reaksi yang dilakukan kaum buruh menolak UMP dan UMK yang hanya naik sebesar 1,09 persen jika dirata-rata. Kenaikan upah kaum buruh yang minim, kata Iqbal, tidak boleh berdalih bahwa Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19. 

"Inilah reaksi balik yang keras dari kaum buruh. Jangan berdalih bahwa kenaikan upah minimum 1,09% atau di bawah inflasi adalah karena pandemi Covid. Tidak ada hubungannya. No correlation,” tegas Iqbal 

“Ini akan terus tiap tahun seperti ini, mau ekonomi Indonesia membaik, mau pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah positif. Apakah itu positif 5 koma atau 6 koma pertumbuhan ekonominya, tetap upah akan naik di bawah inflasi," pungkasnya. 

Menurutnya, perhitunan kenaikan upah tidak bergantung pada pandemi Covid-19. Namun, berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Undang-Undang Omnibuslaw atau Cipta Kerja.

(SANDY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement