sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Utang Pemerintah Indonesia Diprediksi Tembus Rp10.360 Triliun di Akhir 2026

Economics editor Anggie Ariesta
25/09/2025 11:09 WIB
Rencana penarikan utang bruto yang sangat besar dan proyeksi posisi utang pemerintah yang akan mencapai Rp10.360 triliun pada akhir 2026.
Utang Pemerintah Indonesia Diprediksi Tembus Rp10.360 Triliun di Akhir 2026. (Foto Istimewa)
Utang Pemerintah Indonesia Diprediksi Tembus Rp10.360 Triliun di Akhir 2026. (Foto Istimewa)

IDXChannel - Penetapan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 yang disepakati DPR RI dan pemerintah menunjukkan pelebaran defisit dan peningkatan tajam pada kebutuhan pembiayaan utang.

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menyoroti rencana penarikan utang bruto yang sangat besar dan proyeksi posisi utang pemerintah yang akan mencapai Rp10.360 triliun pada akhir 2026.

Awalil menjelaskan, terjadi beberapa perubahan postur dari draf awal. Belanja negara bertambah dari Rp3.786,49 triliun menjadi Rp3.842,73 triliun, sementara pendapatan hanya bertambah tipis menjadi Rp3.153,58 triliun.

"Dengan demikian, defisit anggaran makin melebar dari Rp638,81 triliun menjadi Rp689,15 triliun," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).

Menurut Awalil, rasio defisit selama dua tahun pertama era Presiden Prabowo Subianto ini lebih lebar dibandingkan rata-rata masa lalu, kecuali saat puncak pandemi Covid-19.

Untuk membiayai defisit dan pengeluaran investasi, pemerintah merencanakan pembiayaan neto APBN 2026 mencapai Rp832,21 triliun.

Angka ini terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp832,21 triliun dan pembiayaan non-utang sebesar Rp143,06 triliun yang bersifat pengeluaran.

"Pembiayaan utang sebenarnya adalah tambahan utang neto selama setahun anggaran. Disebut neto atau nilai bersih karena memperhitungkan penerimaan dari penarikan utang baru dan pembayaran pokok utang lama," katanya.

Pembiayaan utang APBN 2026 meningkat dari yang diusulkan pada RAPBN, karena ada pelebaran defisit. Direncanakan akan diperoleh dari Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp799,53 triliun dan pinjaman sebesar Rp32,67 triliun.

Awalil mengkhawatirkan besaran penarikan utang baru (bruto). Sebab, pembiayaan utang sebesar Rp832,21 triliun adalah nilai neto (setelah dikurangi pelunasan pokok utang), dan pelunasan pokok utang diperkirakan sekitar Rp800 triliun, maka penarikan utang baru bruto pada 2026 akan mencapai Rp1.600 triliun.

Lonjakan ini akan berdampak signifikan pada posisi utang pemerintah. Posisi utang akhir 2024 adalah Rp8.813 triliun. Dengan adanya tambahan utang neto dari APBN 2025 (Rp715,5 triliun) dan APBN 2026 (Rp832,2 triliun).

"Dengan demikian, posisi utang akhir 2026 akan mencapai Rp10.360 triliun," kata Awalil.

Awalil juga menyoroti target kenaikan pendapatan negara sebesar 10,05 persen dari outlook realisasi APBN 2025. Ia menilai target ini terlampau optimistis mengingat kenaikan pendapatan pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi) pertama rata-rata hanya 5,01 persen per tahun, dan outlook 2025 hanya 0,05 persen.

Di sisi belanja, kenaikan sebesar 8,94 persen dibanding outlook APBN 2025 dianggap tidak mencerminkan upaya efisiensi yang sering digaungkan pemerintah belakangan ini. Kenaikan belanja lebih tinggi dibandingkan kenaikan rata-rata dalam beberapa tahun terakhir.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement