Lim hidup dengan keluarga barunya itu dengan segala keterbatasannya.
Ia diajarkan ilmu-ilmu dasar berdagang sebelum akhirnya menjadi mandiri di umurnya ke 11 tahun setelah meninggal keluarga angkatnya.
Berdagang di Kereta
Menjadi anak yatim piatu membuat Lim menghidupi dirinya sendiri.
Agar bisa makan, ia menjajakan barang dagangan dan berjualan dari gerbong ke gerbong kereta api jurusan Jakarta-Surabaya. Ketika uangnya sudah mulai terkumpul, Lim membeli sebuah sepeda bekas sebagai transportasinya berdagang.
Menikah
Pada 1912, Lim Seeng Tee menikah dengan Siem Tjiang Nio dan menyewa sebuah warung kecil di Jalan Tjantian di kawasan kota tua, Surabaya.
Warung ini menjual aneka kebutuhan pokok, Lim juga menjual produk tembakaunya secara berkeliling menggunakan sepedanya di Surabaya.
Kemudian, ketika Lim beserta istrinya telah memiliki kehidupan yang berkecukupan, mereka akhirnya membeli sebuah gedung bekas yayasan panti asuhan.