"EBITDA melampaui ekspektasi kami pada run-rate 105 persen, yaitu sebesar USD310 juta, dibandingkan ekspektasi kami sebesar USD295 juta," Atutur Isfhan.
Meski total pendapatan sedikit lebih rendah dari ekspektasi, yaitu sebesar 98 persen, atau sebesar USD2,9 miliar, penghematan besar terjadi pada biaya non-bahan bakar yang turun sebesar lima persen YoY, dan hanya mencapai 93 persen dari ekspektasi.
Di sisi lain, skema sewa pesawat yang dijalankan pasca pandemi juga menguntungkan karena pembiayaan pesawat dihitung berdasarkan jam terbang.
"Hal ini tentu sangat menguntungkan Garuda Indonesia, karena EBIT FY23-nya sebesar USD310 juta, lima kali lipat dibandingkan EBIT tahun 2019 yang hanya sebesar USD63 juta. Hal ini dicapai secara luar biasa dengan hanya separuh dari jumlah armada sebelum pandemi," ungkap Isfhan.
Isfhan menambahkan, peningkatan angka keuangan Garuda Indonesia tahun ini akan membawa katalis baru.