Salah satu tolok ukurnya adalah kemampuan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mampu meningkat empat persen di sepanjang tahun, di tengah bursa global yang disebut Mahendra cukup 'brutal'.
"Kenapa brutal? Karena indeks Eropa turun 12 persen, yang itu artinya (capaian) terburuk sejak 2018, lebih jelek dibanding saat pandemi 2020-2021 lalu. Euro Zone di tahun baru juga masuk periode kelesuan yang berat, sementara Bank of England sudah menyatakan bahwa ekonomi Inggris bakal masuk ke pre-long resesion," tutur Mahendra.
Karena itu, lanjut Mahendra, Indonesia patut bersyukur di tengah kondisi global yang tidak kondusif tersebut, perekonomian nasional terbukti mampu bertahan pada teritori positif.
"Jadi walaupun (hanya tumbuh) empat persen, tapi (capaian) itu terbaik dibanding negara-negara ASEAN dan juga Asia secara umum," tegas Mahendra. (TSA)