Pengumuman pada peringatan kudeta militer tahun 2021 yang menggulingkan pemerintahan terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi itu akan dilihat sebagai pengakuan bahwa tentara telah gagal mengatasi pihak oposisi, termasuk perlawanan bersenjata yang semakin menantang serta protes tanpa kekerasan dan pembangkangan sipil.
Media pemerintah mengatakan bahwa pertemuan NDSC pada hari Selasa mendiskusikan tentang bagaimana kelompok-kelompok oposisi berusaha merebut kekuasaan lewat “cara-cara paksa yang salah,” termasuk pembunuhan, pengeboman dan penghancuran properti negara dilansir melalui VOANews, Jumat (3/2/2023).
Konstitusi Myanmar menetapkan bahwa untuk mengadakan pemilihan umum, maka pihak militer harus menyerahkan fungsi-fungsi pemerintahan kepada presiden, yang memimpin NDSC, enam bulan sebelum pemungutan suara. Dalam kasus ini sosok itu berarti Pelaksana Tugas Presiden Myint Swe, yang merupakan sekutu militer.
Juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional, yang merupakan kelompok oposisi bawah tanah dan bertindak sebagai pemerintahan bayangan yang menentang kekuasaan militer, mengatakan bahwa perpanjangan status darurat itu tidak mengejutkan, karena mereka telah memprediksi bahwa pemerintah junta militer akan mengambil suatu tindakan yang akan memperkuat kontrolnya pada peringatan kudeta.
Nay Phone Latt mengatakan melalui pesan teks bahwa kelompoknya dan sekutu-sekutunya mendapat dukungan masyarakat, yang tekadnya terus berlanjut hingga “revolusi” tercapai.