Dalam detail transaksi Rp22 triliun yang berasal dari 135 surat dari PPATK, transaksi ini terkait korporasi dan pegawai, yang menyebutkan nama pegawai Kemenkeu.
Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya telah memilah, dan ternyata dari Rp22 triliun, sebanyak Rp3,3 triliun menyangkut pegawai Kemenkeu. Namun, persepsi publik menganggapnya sebagai korupsi.
"Itu adalah informasi transaksi debit kredit dari para pegawai yang diidentifikasikan di sini, termasuk masuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 15 tahun sejak 2009 hingga 2023 yang telah ditindaklanjuti," jelas Sri Mulyani.
Ini terutama telah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu karena menyangkut pegawai Kemenkeu. Di dalam Rp3,3 triliun ini, juga termasuk surat PPATK kepada Kemenkeu pada saat Kemenkeu membutuhkan data PPATK pada saat melakukan baperjakat, terutama untuk mutasi, promosi, dan dalam rangka fit and proper test.
"Jadi, Rp3,3 triliun adalah seluruh transaksi dari nama pegawai yang disebutkan PPATK, tidak seluruhnya adalah yang bermasalah. Bisa saja dalam rangka untuk kita Baperjakat," ungkap Sri Mulyani.