sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kenali Hukum dan Sistem Gadai Syariah

Syariah editor Mohammad Yan Yusuf
02/04/2022 12:49 WIB
Banyak orang tidak memahami hukum dan sistem gadai syariah. Karena itulah literasi dalam ini seringkali salah kaprah. 
Kenali Hukum dan Sistem Gadai Syariah. (Foto : MNC Media)
Kenali Hukum dan Sistem Gadai Syariah. (Foto : MNC Media)

IDXChannel - Banyak orang tidak memahami hukum dan sistem gadai syariah. Karena itulah literasi dalam ini seringkali salah kaprah. 

Padahal hukum dan sistem gadai syariah telah dijelaskan dalam Al Quran dan Hadist. Adapun dalam hukum dan sistem gadai syariah adalah bertujuan melunasi utang yang tidak dapat dibayar oleh orang yang berhutang.

Lalu apa hukum dan sistem gadai syariah dalam islam. Simak penjelasannya.

Pengertian Gadai

Gadai disebut rahn dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang tertahan atau tetap. Rahn sendiri merupakan istilah untuk memberikan harta sebagai jaminan untuk utang. Adapun benda yang digunakan sebagai jaminan disebut rahn. Sementara itu, orang yang memiliki utang atau menggadaikan disebut rahin.

Sistem gadai sendiri bertujuan untuk melunasi utang yang tidak dapat dibayar oleh orang yang berhutang. Nilai barang yang digadaikan biasanya sebanding dengan nilai utang yang telah diambil. 

Sistem gadai ini merupakan jaminan terhadap harta kekayaan bagi si pemberi pinjaman dan ada keamanan dari risiko hilang atau ditipu.

Hukum Gadai dalam Islam

Gadai sendiri dalam islam hukumnya jaiz atau boleh tercantum dalam Al Qur'an, hadis, qiyas, dan ijma. 

Hukum ini kemudian dijelaskan dalam Al Baqarah ayat 283.

۞ وَاِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَّلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهٰنٌ مَّقْبُوْضَةٌ ۗفَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ اَمَانَتَهٗ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَۗ وَمَنْ يَّكْتُمْهَا فَاِنَّهٗٓ اٰثِمٌ قَلْبُهٗ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ࣖ - ٢٨٣

wa ing kuntum ‘alā safariw wa lam tajidụ kātiban fa rihānum maqbụḍah, fa in amina ba’ḍukum ba’ḍan falyu`addillażi`tumina amānatahụ walyattaqillāha rabbah, wa lā taktumusy-syahādah, wa may yaktum-hā fa innahū āṡimung qalbuh, wallāhu bimā ta’malụna ‘alīm

"Dan jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)1. Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa kalbunya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Baqarah: 283).

Hukum dalam Hadis 

Sementara Nabi Shallallahu alaihi wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tempo, lalu beliau menjadikan baju besinya sebagai gadainya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan qiyas, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Mudzakkiratul Fiqh mengatakan demikian, Karena gadai adalah kebutuhan, baik penggadai (murtahin) maupun pegadai (rahin), qiyas dan pandangan yang benar memungkinkan ada gadai.

Berdasarkan ijma, Ibnu Qudamah dalam al-Mughni menyebutkan secara umum, kaum muslimin bersepakat bahwa gadai diperbolehkan dalam kehidupan sehari-hari jika diperlukan.

Adapun hukum tentang bergadai dalam Islam juga ditentukan berdasarkan kondisinya, apakah sedang mukim (tetap) atau keadaan safar (dalam perjalanan). Meskipun ayat yang disitir memiliki konteks tentang gadai dalam keadaan safar, tidak berarti bahwa mereka yang mukim tidak diperbolehkan.

Pada keadaan safar, justru sulit bagi seseorang untuk menemukan saksi atau penulis. Jadi, gadai lebih mungkin untuk dilakukan. Lebih mudah pula untuk memberikan sesuatu sebagai barang gadaian.

Hukum bergadai lain yang bisa dipahami dari Tafsir as-Sa di menyebutkan bahwa tujuan gadai adalah menjamin kepercayaan. Apabila pihak pemberi pinjaman merasa percaya terhadap penghutang serta suka melakukan transaksi tanpa barang jaminan, hal ini juga sah-sah saja. Namun, di sisi lain pengutang juga harus menunaikan tanggung jawabnya untuk membayar utang tersebut meskipun tanpa barang gadai.

Sistem Gadai Syariah 

Sebelum melakukan gadai yang berkonsep syariah, Anda harus mengetahui syaratnya terlebih dahulu. Syarat pertama adalah bahwa kedua pihak yang melakukan transaksi gadai harus sudah merdeka, berakal, baligh, dan rasyid. 

Rasyid artinya bisa membelanjakan harta secara benar. Ini berarti, budak tidak diperbolehkan ikut melakukan gadai. Orang yang hilang akal dan anak kecil pun tidak boleh bergadai. Selain itu, pegadaian juga bisa dilakukan dengan orang kafir (tidak harus dengan seorang Muslim). 

Nabi Shallallahu alaihi wasallam pun melakukan pegadaian dengan Abu Syahm, seorang Yahudi. Sahabat Muhammad bin Maslamah juga menyatakan keinginan bergadai dengan Kab bin al-Asyraf, seorang Yahudi, dalam al-Bukhari no. 251Q.

Barang yang di Gadai

Terkait barang yang digadaikan, syarat-syarat yang harus diperhatikan adalah telah diketahui barang, ukuran, sifat, dan jenisnya. Syarat kedua adalah barang tersebut harus merupakan milik pegadai atau milik orang lain yang diizinkan untuk digadaikan olehnya. Syarat ketiga adalah dapat diperjualbelikan, seperti hewan, besi, baju, dan sebagainya.

Apabila rahn atau barang yang digadaikan harus dikeringkan atau dijemur supaya tidak cepat rusak, biaya pengeringan ditanggung oleh pegadai. Jika barang tersebut dikhawatirkan rusak, sebaiknya dijual dan hasilnya untuk mengganti rahn sebelumnya.

Terkait qabdh atau pengambil alihan barang gadai, murtahin melakukannya dengan cara memindahkannya dari rahin (penggadai). Jika tidak bisa dipindahkan, misalnya rumah atau tanah, penggadai menyerahkan kepada murtahin serta tidak menghalangi saat murtahin mengambilnya.

Itulah penjelasan hukum dan sistem gadai syariah semoga informasi ini berguna bagi Anda dan menambah wawasan Anda. 

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement