IDXChannel—Pengertian akad wakalah adalah salah satu jenis kesepakatan perjanjian antara dua pihak, di mana salah satu melimpahkan kuasa kepada yang lainnya untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang dapat dilimpahkan.
Menurut Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak ke pihak dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Sementara menurut AAOIFI Sharia Standard, wakalah adalah tindakan satu pihak mendelegasikan ke pihak lain untuk bertindak atas namanya terkait subjek yang didelegasikan.
Akad wakalah adalah salah satu kesepakatan perjanjian yang kerap digunakan sebagai dasar layanan dan produk perbankan syariah. Konsep wakalah sering dipakai dalam beragam transaksi antara dua pihak atau lebih.
Wakalah berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘perwakilan.’ Sederhananya, wakalah adalah perjanjian di mana pihak pemberi kuasa, memberikan kuasa kepada pihak penerima kuasa untuk mengerjakan sesuatu.
Contoh sederhana akad wakalah dalam keseharian adalah ketika orang tua memberi kuasa kepada Anda untuk mengurus pajak kendaraan, atau ketika Anda memberi kuasa kepada orang lain untuk menjual barang dengan bagi hasil yang sudah disepakati sebelumnya.
Dalam fiqih, keabsahan akad wakalah memerlukan pemenuhan syarat-syarat tertentu dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Melansir Bank Mega Syariah (11/10), berikut ini adalah rukun akad wakalah yang harus terpenuhi:
1. Al-Muwakkil (Pemberi Kuasa)
Al-muwakkil adalah pihak pemberi kuasa atau kewenangan kepada orang lain. Muwakkil harus memiliki kapasitas hukum untuk mengerjakan tindakan yang dilimpahkan, misalnya memiliki harta atau objek yang dilimpahkan kuasanya.
Dalam contoh keseharian ketika orang tua anaknya untuk mengurus pembayaran pajak kendaraan di Samsat, maka yang memberikan kuasa haruslah sang orang tua yang memang tercatat sebagai pemilik kendaraan, bukan orang lain.
Atau ketika pihak penerima kuasa dilimpahkan kewenangan untuk menjual properti, maka muwakkilnya adalah orang yang memiliki properti yang hendak dijual tersebut, bukan orang lain yang mengatasnamakan si pemilik.
2. Al-Wakil (Penerima Kuasa)
Al-wakil adalah pihak yang menerima kuasa dari muwakkil. Penerima kuasa harus mampu mengerjakan tugas atau transaksi yang dilimpahkan kepadanya. Mereka juga harus bisa dipercaya dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Al-Muwakkal Bihi (Objek)
Al-muwakkal bihi adalah tugas, tindakan, pekerjaan, atau transaksi yang dilimpahkan ke pihak lain. Alias objek pelimpahan kewenangannya. Objek wakalah harus jelas dan tidak terlarang menurut hukum syariah. Misalnya, menitip jual barang halal, menitipkan pembelian tanah, dan sebagainya.
4. Sighat (Ijab dan Qabul)
Pernyataan penawaran dari pemberi kuasa dan penerimaan kuasa (qabul) dari penerima kuasa. Proses ijab qabul ini harus dilakukan dengan jelas dan menunjukkan kesepakatan semua pihak.
Dalam perbankan syariah, akad wakalah biasanya digunakan dalam proses pembukaan rekening, pengelolaan investasi, dan transaksi pembayaran. Contohnya, bank dapat berlaku sebagai wakil untuk mengelola investasi nasabah di produk-produk syariah.
Atau seperti manajer investasi yang dilimpahkan tugas untuk mengelola dana nasabah oleh sang nasabah itu sendiri. Kemudian manajer investasi imbalan jasa sebagai agen sesuai kesepakatan di awal.
Ada empat jenis akad wakalah, yakni:
- Al-wakalah al-ammah, yakni kontrak perjanjian yang bersifat umum tanpa spesifikasi
- Al-wakalah al-khosshoh, yakni kontrak perjanjian yang bersifat spesifik dan sangat rinci
- Al-wakalah al-muqoyyadoh, yakni kontrak perjanjian dengan syarat-syarat tertentu untuk kewenangan yang dilimpahkan
- Al-wakalah mutlaqoh, yakni kontrak perjanjian tanpa syarat-syarat tertentu untuk kewenangan yang dilimpahkan
Itulah penjelasan singkat tentang pengertian akad wakalah.
(Nadya Kurnia)