Beberapa pasal yang ditolak oleh buruh, pertama adalah pasal tentang upah minimum. Di dalam Perppu, upah minimum kabupaten atau kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh Gubernur.
"Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum 'dapat', berarti bisa ada bisa tidak, tergantung Gubernur. Usulan buruh, redaksinya adalah Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten atau kota," ujar Said.
Hal lain, di dalam UU Cipta Kerja, upah minimum kenaikannya inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Menggunakan bahasa 'atau', dipilih salah satunya.
Sedangkan di UU 13/2003 didasarkan pada survei kebutuhan hidup layak dan turunannya PP 78/2015 menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menggunakan kata 'dan', jadi akumulasi dari keduanya.
"Sementara di dalam Perpu berdasarkan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu. Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum," jelasnya.